Kabar24.com, JAKARTA - Sengketa informasi publik antara Forest Watch Indonesia (FWI) dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) soal keterbukaan pemilik Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan sawit di Kalimantan belum ada titik terang.
Komisi Informasi Pusat (KIP) dalam sidang putusannya menyatakan beberapa dokumen soal HGU terbuka. Namun, Kementerian ATR masih berpendapat bahwa nama pemegang HGU merupakan informasi tertutup.
“Kami mengapresiasi komitmen dan upaya Kemen ATR/BPN dalam mendorong keterbukaan di sektor agraria. Namun uji konsekuensi yang dilakukan oleh Kementerian ATR belum memenuhi prinsip uji konsekuensi informasi publik sesuai dengan mandat UU KIP,” jelas Linda Rosalina, Pengkampanye FWI dalam keterangan tertulisnya kepada Bisnis, Kamis (21/7/2016).
Linda menjelaskan, uji konsekuensi informasi publik yang dilakukan pemerintah terkait hak guna usaha hanya didasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional.
Padahal, kata dia, Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) pasal 2 ayat (4) menyatakan Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai Undang-Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian konsekuensi.
Alasan pihak kementerian tidak membuka nama pemegang HGU adalah untuk melindungi informasi pribadi yang menurut Kemen ATR/BPN bersifat rahasia. Meski sebenarnya, pengungkapan nama pemegang hak akan meningkatkan akuntabilitas negara dalam penerbitan HGU.
Dokumen HGU, kata Linda, penting dibuka agar masyarakat bisa melakukan pengawasan dan monitoring terhadap izin-izin pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang keluar. Sehingga klausul tentang partisipasi publik yang tercantum di hampir semua UU sektoral terkait pengelolaan sumberdaya alam dapat diimplementasikan.