Kabar24.com, JAKARTA - Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah dan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kajati) Maruli Hutagalung menyambangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kedatangan dua petingggi kejaksaan itu selain koordinasi antar aparat penegak hukum, juga membahas soal penanganan perkara Ketua Umum PSSI non aktif La Nyalla Mattalitti.
"Koordinasi secara umum. Kami bersama KPK berkoordinasi menangani perkara, termasuk La Nyalla," kata Jampidsus Arminsyah di Kantor KPK, Senin (20/6/2016).
Dia memaparkan kejaksaan saat ini sedang mengalami kesulitan terkait penerbitan persetujuan penyitaan barang bukti milik tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah Kadin Jawa Timur itu. Berdasarkan hasil laporan yang dia terima, persetujuan penyitaan belum diberikan oleh pengadilan.
"Sudah disurati dua kali, nah ini makanya kita koordinasikan juga dengan KPK," imbuhnya. Padahal, penanganan perkara tersebut sudah hampir selesai, tinggal menunggu surat penyitaan dari pengadilan tersebut. Karena itu koordinasi dengan KPK itu diharapkan mempermudah penyitaan aset milik La Nyalla.
Seperti diketahui, penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menetapkan La Nyalla Mattalitti sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah Kadin senilai Rp5,3 miliar. Uang itu diduga digunakan untuk membeli saham Bank Jawa Timur (Jatim).
Atas penetapannya sebagai tersangka, La Nyalla sempat beberapa kali mengajukan gugatan praperadilan. Meski menang, gugatan itu selalu dibarengi penerbitan surat perintah penyidikan (sprindik) baru oleh pihak kejaksaan.
Belakangan, La Nyalla kabur ke Singapura untuk menghindar dari jeratan penegak hukum. Namun karena melanggar masa izin tinggal, dia kemudian dideportasi oleh imigrasi setempat.
Di KPK, pria yang bermukim di Surabaya itu juga sedang dibidik oleh penyidik lembaga antikorupsi. Dia diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit Universitas Airlangga, Surabaya.
Terkait kasus itu, Arminsyah menyatakan, sesuai dengan hasil koodinasi dengan KPK, kemungkinan kalau sesuai rencana La Nyalla bakal dimintai keterangan oleh KPK.
"Oh ya, besok akan diperiksa La Nyalla oleh KPK. Besok Selasa," tandas dia.
Secara terpisah, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha membenarkan soal koordinasi antara Kejaksaan dengan KPK terkait perkara yang menyangkut La Nyalla Mattalitti.
Koordinasi itu dilakukan karena kedua aparat penegak hukum itu memiliki kepentingan yang sama soal keberadaan La Nyalla. "Karena kan Kejati Jatim juga menangani kasus yang berkaitan dengan La Nyalla, kemudian KPK ada kasus di Jatim yang berkaitan juga dengan La Nyalla," katanya.
Soal rencana pemeriksaan terhadap Ketua PSSI non aktif itu, Priharsa mengaku belum tahu detil pemanggilan tersebut. Namun yang pasti, dalam pertemuan itu juga dihadiri oleh pimpinan lembaga antirasuah.
"Kemungkinan kasus yang berkaitan dengan Unair itu, tergantung nanti kebutuhan penyidik. Jika penyidik merasa membutuhkan untuk memanggil, kita akan koordinasi dengan pihak kejaksaan untuk memeriksa yang bersangkutan," imbuhnya.
Vonis
Dalam kasus lain mejelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Ichsan Suaidi Direktur PT Citra Gading Asritama dan Awang Lazuardi Embat 3,5 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider 1 bulan penjara.
Mereka dianggap bersalah karena telah menyuap Kasubdit Kasasi dan PK Perdata Khusus, Andri Tristianto Sutrisna. "Mengadili terdakwa 1 dan terdakwa 2 dengan hukuman 3,5 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider 1 bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim John Halasan Butar Butar.
Penjatuhan vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan jaksa. Jaksa sebelumnya menuntut keduanya 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan penjara.
Hakim menilai hal yang memberatkan terhadap Ichsan Suaidi yakni pernah terlibat dalam kasus korupsi terkait pembangunan pelabuhan di Labuan Haji, Lombok Timur.
Sedangkan Awang hal yang memberatkan yakni dia sebagai seorang penasihat hukum dipandang tidak memberi contoh soal penegakan hukum yang baik.
Adapun, keduanya telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.