Bisnis.com, JAKARTA - Gonjang-ganjing Partai Golkar belum juga berkesudahan. Meski sudah membentuk panitia penyelenggara musyawarah nasional (munas) sebagai jalan tengah penyelesaian konflik internal, elite partai itu masih juga menunggu keputusan pemerintah yang mengesahkan kepengurusan Golkar versi Munas Bali tahun 2014.
Beringin bergoyang-goyang juga terlihat dari jadwal pelaksanaan munas yang paling tidak sudah dua kali diundur.
Partai Golkar telah membentuk panitia penyelenggara yang diketuai oleh Nurdin Halid. Beberapa nama yang terlibat di kepanitiaan itu adalah Agun Gunanjar dan Rambe Kamaruzzaman. Selain sudah membentuk panitia, partai paling tua di Indonesia ini telah menggelar rapat pleno terkait waktu penyelenggaraan Munas.
Seperti beringin yang kerap bergoyang tertiup angin, keputusan tentang waktu pelaksanaan munas bernasib seperti isitilah yang dipopulerkan penyanyi Syahrini, ‘maju mundur cantik’ alias tidak jelas.
Ketika mulai menuju ke arah islah setelah pertemuan segitiga antara Ketua Umum versi Munas Bali Aburizal Bakrie, Ketua Umum versi Munas Ancol Agung Laksono, dan Wapres Jusuf Kalla sebagai fasilitator, muncul wacana munas akan digelar pada akhir April. Partai Golkar kemudian secara resmi memutuskan menggelar munas pada 7 Mei.
Belum apa-apa, tiba-tiba tanggal pelaksanaan diundur menjadi 17 Mei seperti disampaikan oleh Nurdin. Pemilihan tanggal 17 tersebut, menurut Nurdin sebagai steering committee,merupakan hasil dari rapat panitia penyelenggara yang digelar pada 13 April.
Penjelasan Nurdin tentang pengunduran waktu Munas itu belum juga menjadi kepastian. Munas Golkar kembali diundur menjadi 25 Mei. Menurut Aburizal Bakrie, pemunduran waktu tersebut semata untuk menyesuaikan dengan jadwal Presiden Joko Widodo yang akan menghadiri perhelatan tersebut.
Dalam bahasa politisi senior Golkar, Theo L Sambuaga, pengunduran tersebut disebabkan oleh masalah teknis. “Jadi, pelaksanaan munaslub Partai Golkar tetap di Bali, dilaksanakan 25-27 Mei.
Ditunda dari rencana semula, tanggal 17 Mei. Alasannya pertama karena soal teknis. Kedua, kami mengharapkan kehadiran presiden. Pada tanggal 17 itu Presiden sedang mengadakan kunjungan ke negara-negara Eropa Timur.”
Selain menyesuaikan dengan jadwal Presiden Jokowi, Golkar juga berharap SK Menkumham yang berisikan pengesahan pengurus rekonsiliasi sudah diterbikan sebelum munaslub digelar.
“Satu... dua... hari ini mungkin akan keluar. [Saya] sudah komunikasi ke Kemenkum dan HAM. sekarang ini, saya ingin confirm, mungkin hari ini juga ke luar,” ujarnya (19/4).
ELITE TIDAK RELA
Kendati beberapa elite Golkar bersuara senada dengan Theo, politisi muda Ahmad Doli Kurnia menganggap pengunduran waktu munas merupakan simbol ketidakrelaan pengurus Partai Golkar melepas jabatannya.
Doli memandang masih belum ada keikhlasan dari elite partai saat ini untuk benar-benar membawa Golkar keluar dari krisis. Dia menyebut urusan pribadi dan kelompok lebih dominan dibandingkan dengan kepentingan partai.
Politisi yang termasuk muda di Golkar ini menilai keputusan mengundurkan munaslub tidak didasarkan pada alasan yang jelas dan tanpa melalui mekanisme yang berlaku. “Bayangkan dalam waktu satu minggu sudah tiga kali waktu munas ini berubah,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (19/4/2016).
Doli juga mengungkapkan saat ini masih berlangsung proses pemecatan kader dan pergantian kepengurusan di beberapa daerah. “Seminggu lalu sekretaris dan salah satu ketua di DPD Jawa Barat kembali diberhentikan tanpa alasan yang jelas. Nah, situasi seperti ini membuat gelisah dan rasa tidak nyaman bagi kader-kader di daerah.”
Akibatnya, menurut politisi muda ini, banyak kader Golkar di daerah yang mulai pesimistis untuk mengikuti agenda politik nasional lantaran tidak ada kejelasan dalam penyelenggaraan munas. “Mereka melihat bagaimana partai-partai lain sudah melakukan persiapan konsolidasi yang masif.”
Berkaca pada partai lain yang juga tengah berkonflik seperti Partai Persatuan Pembangunan, Doli memandang partai berlambang Kabah itu lebih maju dalam menyelesaikan konfliknya. “Saya khawatir ini bagian dari skenario untuk tetap ingin mempertahankan kepemimpinan yang sekarang.”
Ketua DPP Golkar versi Munas Bali itu juga menganggap aneh sikap Agung Laksono dan kawan-kawannya yang dulu terlihat sangat membela kepentingan partai kini tidak bersuara lagi.
“Yang juga aneh, kenapa Agung Laksono dkk yang dulu sempat ‘membelah’ partai atas nama penyelamatan partai sepertinya kehilangan taji, tidak bersuara lantang dan kritis lagi.”