Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

MEA: Berpotensi Ganggu Masyarakat Adat

Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) menyatakan kebijakan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) berpotensi mengganggu masyarakat adat.
Masyarakat Ekonomi Asean 2015/Ilustrasi
Masyarakat Ekonomi Asean 2015/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA --- Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) menyatakan kebijakan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) berpotensi mengganggu masyarakat adat.

Program bersama negara-negara Asia Tenggara yang dimulai pada akhir tahun 2015 tersebut dinilai dapat merebut lahan dan wilayah yang ditinggali masyarakat hukum adat karena semakin bebasnya investasi.

"Semakin mudahnya investasi dapat mendorong semakin tingginya pengambilalihan lahan dan ini tentu akan merugikan masyarakat hukum adat," kata Kepala Divisi Advokasi Kampanye HuMa Sisilia Nurmala Dewi usai sebuah acara diskusi di Jakarta, Rabu (4/11/2015).

Padahal, menurut Sisilia, saat ini saja, ketika MEA belum berjalan, marak terjadi perampasan lahan, terutama yang dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur.

Keadaan ini diibaratkan Sisilia sebagai kebebasan tetapi tanpa peluang yang adil bagi masyarakat adat.

"Investasi semakin mudah, namun persyaratan untuk menjadikan sebuah kawasan sebagai hutan adat semakin sulit," kata dia.

Memang, ada tiga persyaratan penetapan sebuah wilayah sebagai hutan adat menurut Pasal 6 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 32Ttahun 2015.

Syarat tersebut adalah, pertama, terdapat masyarakat hukum adat atau hak ulayat yang telah diakui oleh pemerintah daerah melalui produk hukum daerah.

Kedua, terdapat wilayah adat yang sebagian atau seluruhnya berupa hutan.

Ketiga, surat pernyataan dari masyarakat hukum adat untuk menetapkan wilayah adatnya sebagai hutan adat.

Tetapi berdasarkan keterangan HuMa, cukup sulit untuk memenuhi persyaratan tersebut, selain karena membutuhkan persetujuan pemimpin daerah dan DPRD, banyak wilayah adat yang sedang berkonflik, seperti dengan taman nasional dan perusahaan.

"Perjuangan untuk wilayah adat cukup panjang," tutur Sisilia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Martin Sihombing
Sumber : ANTARA

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper