Bisnis.com, JAKARTA - Cendikiawan muslim Din Syamsuddin mengatakan hari santri yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo berpotensi mengganggu persatuan bangsa. Dia khawatir hari santri akan kembali memicu dikotomi santri-abangan yang dikembangkan kalangan intelektual non-muslim untuk memecah belah umat Islam.
"Gejala budaya itu sesungguhnya bisa berubah (process of becoming)," kata Din melalui surat terbuka kepada Presiden Jokowi, Minggu (18/10/2015).
Mulai tahun ini, setiap 22 Oktober akan diperingati sebagai Hari Santri Nasional. Penetapan tanggal itu diputuskan Presiden Jokowi untuk menunaikan janjinya saat kampanye pemilihan presiden. Penentuan tanggal 22 Oktober dilatari oleh peristiwa resolusi jihad yang difatwakan sejumlah alim ulama untuk melawan penjajahan Belanda.
Padahal, menurut Din, makna jihad mengalami penyempitan makna jika dibakukan dalam peristiwa resolusi jihad. Penekanan pada resolusi jihad yang lebih berona fisikal (harbi) itu juga penghambat upaya jihad selama ini ke arah lebih luas seperti jihad iqtishadi (ekonomi), jihad 'ilmi (iptek), jihad i'lam (informasi).
Menurut Din, upaya mencairkan dikotomi santri-abangan sebenarnya pernah dilakukan almarhum Taufik Kiemas, suami dari Megawati Soekarnoputri--Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan menggabungkan wawasan Islamisme-Nasionalisme. "Salah satu pengejawantahannya adalah didirikannya Bamusi di lingkungan PDIP," ujar Din.
Din meminta Presiden Jokowi membatalkan rencana penetapan hari santri nasional. "Kalau terpaksa harus ada Hari Santri, mungkin bisa dicari tanggal lain. Hari Santri dengan inti kesantrian bisa dikaitkan dengan Pancasila, khususnya Sila Pertama. Dalam hal ini, kesantrian adalah buah pengamalam Ketuhanan Yang Maha Esa," katanya.
Din Syamsuddin: Penetapan Hari Santri Oleh Jokowi Ganggu Persatuan
Cendikiawan muslim Din Syamsuddin mengatakan hari santri yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo berpotensi mengganggu persatuan bangsa. Dia khawatir hari santri akan kembali memicu dikotomi santri-abangan yang dikembangkan kalangan intelektual non-muslim untuk memecah belah umat Islam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium