Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Ruhut Sitompul mengatakan kebersamaan antarlegislator di parlemen penting terkait polemik pasal penghinaan terhadap presiden yang ada di dalam Rancangan Undang-undang (RUU) KUHP yang diajukan pemerintah kepada DPR RI.
Ruhut menyampaikan hal ini usai menghadiri serah terima jabatan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan dari Tedjo Edhy Purdijatno ke Luhut Binsar Pandjaitan, di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (13/8/2015).
Dia merasa optimistis pasal tersebut akan didukung oleh partai-partai memiliki kader potensial untuk menjadi presiden.
"Kalau tidak, ya, berarti ada oknum-oknum yang memang agendanya memaki-maki saja, siapapun presidennya. Sudahlah kita lupakan yang begitu, mari membangun semangat kebersamaan untuk maju," ucap Ruhut.
Koordinator juru bicara Partai Demokrat ini juga meminta agar semua pihak, terutama masyarakat, memahami substansi dari pasal penghinaan presiden tersebut.
Menurut dia, pasal penghinaan itu adalah delik aduan, yang hanya bisa diberlakukan jika pihak dirugikan membuat laporan ke pihak berwajib, dan bukan delik hukum biasa, yang bisa langsung memroses seseorang tanpa perlu persetujuan pihak lain.
"Jadi bukan maksudnya bebas tangkap kiri-kanan seperti di masa Orde Baru, di mana kekuasaan jadi panglima. Jika Presiden Joko Widodo merasa dihina, dia bisa melaporkan," tutur Ruhut.
Presiden Joko Widodo sendiri, menurutnya tidak mempermasalahkan hal ini karena memiliki sifat yang cair. Selain itu, Ruhut mengingatkan bahwa Presiden bagaimanapun adalah simbol negara.
"Saya juga pernah dipanggil Pak Susilo Bambang Yudhoyono, dan saat itu beliau mengatakan bahwa harus dilihat makna filosofis dari pasal penghinaan presiden. Apakah baik menghina?" tutur dia.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo mengajukan 786 Pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ke DPR RI untuk disetujui menjadi UU KUHP.
Dari ratusan pasal yang diajukan itu, Presiden Jokowi menyelipkan satu Pasal mengenai Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden. Pasal tersebut sebenarnya sudah dihapuskan Mahkamah Konstitusi (MK) sejak 2006.
Pasal tersebut tercantum dalam Pasal 263 ayat 1 RUU KUHP yang berbunyi: "setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV".
Pasal selanjutnya semakin memperluas ruang lingkup Pasal Penghinaan Presiden yang tertuang dalam RUU KUHP, seperti dalam Pasal 264, yang berbunyi: "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh unum atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV".
RUHUT SITOMPUL: Saya Optimistis Pasal Penghinaan Presiden Didukung
Anggota Komisi III DPR RI Ruhut Sitompul mengatakan kebersamaan antarlegislator di parlemen penting terkait polemik pasal penghinaan terhadap presiden yang ada di dalam Rancangan Undang-undang (RUU) KUHP yang diajukan pemerintah kepada DPR RI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
5 jam yang lalu
Historia Bisnis: Upaya Grup Djarum Jaga Dominasi di BCA
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
5 jam yang lalu