Kabar24.com, JAKARTA — Badan Pengawas Pemilu meminta pemerintah untuk memberikan solusi atas polemik calon tunggal dalam pilkada jika langkah membuka kembali pendaftaran calon kepala daerah pada 9-11 Agustus 2015 yang diambil KPU tidak membuahkan hasil.
Nasrullah, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), mengatakan pemerintah harus turun tangan memberikan solusi atas munculnya polemik calon tunggal yang tidak diatur dalam UU No.8/2015 tentang Pilkada.
Untuk itu, Bawaslu akan mengkaji pemberian rekomendasi kepada pemerintah terkait penyelesaian polemik calon tunggal.
“Kita lihat dulu saja hasil dari perpanjangan masa pendaftaran. Tapi, jika tetap tidak membuahkan hasil, kami minta ada solusi cepat dari pemerintah,” katanya di Kantor Bawaslu, Jumat (7/8).
Menurutnya, solusi itu tidak melulu dengan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. “Bisa yang lainnya. Yang jelas, kami masih pikirkan opsi itu,” kata Nasrullah.
Permintaan serupa juga diungkap oleh Peneliti politik dari Perkumpulan Pemilu Untuk Demokrasi (Perludem) Heroik Muttaqin.
“Pemerintah harus mampu memberikan solusi atas adanya calon tunggal. Pasalnya, hingga saat ini belum ada beleid yang mengatur calon tunggal. Dan ini harus diatur minimal sebagai persiapan penyelenggaraan pilkada serentak selanjutnya,” katanya.
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie mengatakan pemerintah dan DPR harus tetap memikirkan penyelesaian polemik calon tunggal.
“Harus ada payung hukum yang mengakomodasi calon tunggal dalam pilkada, karena risiko calon tunggal itu ada dan sudah terjadi pada Pilkada 2015,” kata Jimly yang pernah menjabat sebagai ketua Mahkamah Konstitusi periode 2003-2008.
Ikrar Nusa Bakti, Guru Besar Riset Pusat Penelitian Politik dari Lembaga Ilmu dan Pengetahuan Indonesia (LIPI), solusi tersebut yang ditempuh bisa mengakomodasi hak pemilih dengan tetap bisa menggelar pilkada.
Selain itu, jangan sampai—dengan tidak adanya payung hukum yang mengatur calon tunggal—partai politik bisa seenaknya mempermainkan hak rakyat untuk memilih.
Untuk itu, pemerintah dan DPR sebagai komponen pembuat aturan harus segera merumuskan solusi komprehensif menyelesaikan polemik calon tunggal, misalnya dengan merevisi atau menerbitkan perppu.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Jakarta, Toto Sugiarto mengatakan jika pemerintah dan DPR enggan mengubah UU Pilkada, KPU bisa mengubah peraturan KPU yang mengatur batas minimal kepesertaan partai politik.
“Jika sekarang minimal 20%, bisa diganti dengan maksimal 50%. Jadi masih ada sisa 50% partai lainnya yang mungkin bisa berkoalisi,” katanya.
Namun, Siti Zuhro, peneliti politik lainnya dari LIPI, beranggapan solusi tersebut harus memikirkan adanya tren calon tunggal yang muncul karena tidak adanya lawan.
“Jika calon tunggal diakomodasi, harus ada penegasan agar parpol mampu menyiapkan lawan yang sepadan.”
Menanggapi hal itu, Mendagri Tjahjo Kumolo mengaku sudah merencanakan adanya revisi dari beleid pilkada itu.
“Kami sudah berbicara dengan DPR. Bahkan, kami juga usulkan revisi UU parpol jika ada perkembangan di UU Pilkada.”
Soal perpanjangan masa pendaftaran calon kepala daerah, saat ini KPU masih mengadakan sosialisasi di sejumlah kabupaten yang hanya memiliki calon tunggal. Kendati demikian, KPU belum bisa memastikan adanya penambahan calon saat pendaftaran calon kepala daerah dibuka kembali pada 9 Agustus.
“Posisi KPU kan pasif. Jadi KPU tidak dalam meminta parpol mendaftar atau tidak,” kata Husni Kamil Manik, Ketua KPU.
Bawaslu: Soal Calon Tunggal, Pemerintah Harus Ambil Langkah
Badan Pengawas Pemilu meminta pemerintah untuk memberikan solusi atas polemik calon tunggal dalam pilkada jika langkah membuka kembali pendaftaran calon kepala daerah pada 9-11 Agustus 2015 yang diambil KPU tidak membuahkan hasil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Ashari Purwo Adi N
Editor : Rustam Agus
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
1 hari yang lalu