Kabar24.com, JAKARTA--Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, KH Sholahudin Wahid membantah menggelar muktamar Nahdlatul Ulama tandingan. Menurut pria yang akrab disapa Gus Sholah itu, yang terjadi adalah pengurus wilayah dan pengurus cabang NU mengadakan musyawarah di Tebu Ireng. Sedangkan acara muktamar sendiri berlangsung di Alun Alun Jombang, sekitar 9 kilometer dari Tebu Ireng.
Gus Sholah mengatakan sekitar 300 pengurus cabang dan wilayah meminta Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode yang lalu menggelar ulang muktamar paling lambat tiga bulan dari sekarang. Bila tidak dilakukan, pengurus wilayah akan menyelenggarakan muktamar sendiri. “Sidang tandingan pun tidak ada," ujar Gus Sholah saat dihubungi, Rabu, 5 Agustus 2015. "Mereka menyatakan sikap menolak hasil muktamar.”
Menurut Gus Sholah, pengurus NU kecewa dengan jalannya muktamar di Alun Alun Jombang. Sebab, proses pemilihan pimpinan dengan cara ahlul halli wal aqdi (Ahwa) atau musyawarah yang menjadi aturan main dalam sistem pemilihan tidak transparan. “Proses formatur awal cacat hukum,” ujarnya.
Secara tiba-tiba, kata dia, muncul sembilan nama Ahwa yang tak didahului proses pendaftaran calon anggota Ahwa. “Kalau Ahwa cacat hukum, rois aam tidak sah, ketua umum (tanfidiyah) juga tidak sah.”
Gus Sholah mengusulkan panitia muktamar menggelar pendaftaran calon Ahwa pada Kamis, 6 Agustus 2015. Tujuannya untuk memperbaiki prosedural yang cacat hukum tadi. “Kalau mau begitu, satu hari selesai,” ujarnya.
Bila panitia muktamar ngotot tak mau memulai pendaftaran Ahwa, kata Gus Sholah, pengurus cabang dan wilayah tak mengakui hasil muktamar ke-33 tersebut.
Tak hanya soal Ahwa, Gus Sholah mempersoalkan proses muktamar yang tak berjalan normal. Misalnya, saat proses Laporan Pertanggungjawaban pengurus, tidak diikuti dengan pandangan umum. “Ujug-ujug (tiba-tiba) disahkan. Protes peserta tidak digubris,” kata Gus Sholah. Dia tidak paham mengapa panitia bisa bertindak sekolot itu.