Bisnis.com, JAKARTA -- Potensi kelautan yang tinggi membuat sejumlah tokoh meminta agar Maluku dan Maluku Utara mendapat otonomi khusus kelautan.
Sejumlah tokoh menyatakan Maluku dan Maluku Utara adalah provinsi yang sekitar 90 persen wilayahnya lautan sehingga perlu penerapan otonomi khusus kelautan di daerah itu.
Hal itu disampaikan tokoh asal Maluku, yakni pakar laut dalam Dr Augy Syuhailatua, praktisi migas Boetje HP Balthazat, Direktur Eksekutif Archipelago Solidarity Foundation Angelina Pattiasina dalam pernyataan di Jakarta, Senin (3/8/2015).
Hadir juga pemuda Maluku Stevie Kakerissa dan Ferry Lasatira.
Mereka menyatakan, potensi terbesar di wilayah ini adalah di laut, baik kekayaan ikan maupun minyak dan gas bumi (migas). Karena itu para tokoh Maluku menyampaikan tuntutan agar wilayah ini diberi hak otonomi khusus atau otsus kelautan.
Engelina Pattiasina mengatakan, tuntutan hak otonomi khusus kelautan bagi Maluku adalah sesuatu yang wajar dan semestinya diberikan demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat Maluku yang kini masuk wilayah empat besar termiskin dari 34 provinsi.
Selama ini pendapatan domestik regional bruto rendah karena kerap dihitung berdasarkan wilayah daratan dan jumlah penduduk. Hal itu tidak sesuai dengan kenyataan di Maluku.
"Kami minta juga hak ulayat dikembalikan kepada Maluku. Hanya satu provinsi yang memiliki hak ulayat yang disebut Petuanan dengan kepala daerah berkuasa hingga ke lautan, namun kini tidak ada lagi," katanya.
Angelina mengingatkan, dalam Perayaan 70 Tahun Kemerdekaan Indonesia, Bangsa Indonesia tidak boleh lupa sumbangsih luar biasa tokoh Maluku bagi republik ini.
"Kini rakyat Maluku harus maju dan sejahtera dengan kekayaan lautnya. Maluku tidak boleh lagi miskin dan tertinggal," katanya.
Potensi Laut Dalam
Augy Syuhailatua, yang juga Kepala Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI Ambon mengatakan, pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo baik dalam masa kampanye maupun setelah resmi menjadi Presiden telah menegaskan bahwa masa depan Indonesia adalah di lautan.
Karena itu, orientasi pembangunan harus diarahkan pada laut, baik potensi perikanan, migas dan pariwisata.
"Maluku yang sebagian besar lautan, jika diberi otsus kelautan pasti akan maju," katanya.
Menurut Augy, Indonesia khususnya Maluku membutuhkan kapal yang canggih untuk riset dan Pemerintah juga harus konsisten serta tegas dalam kaitan riset migas di laut dalam Maluku.
"Karena banyak kapal modern asing yang bebas meneliti, sementara kita sendiri tak punya data hasil riset tersebut," katanya.
Dia juga mengingatkan potensi laut dalam yang belum tergarap. Selama ini baru kedalaman 200 meter yang dimanfaatkan, sementara laut dalam di Banda saja sekitar 7.700 meter.
Praktisi migas Boetje HP Balthazat menyatakan hal yang sama bahwa otsus kelautan mutlak bagi Maluku mengingat semua potensi migas Maluku ada di lautan.
"Sayang sebagian besar kini dikuasai perusahaan asing dan dampaknya bagi daerah dan rakyat masih kecil," katanya.
Boetje menyebut potensi migas luar biasa di Maluku, yakni di Blok Marsela, Blok Babar Selaru, Blok Pulau Moa Selatan dan Blok Roma.
Ketiga tokoh ini juga sepakat bahwa rakyat Maluku harus maju dan sejahtera dengan kekayaan lautnya.
Apalagi saat Peringatan 70 Tahun Kemerdekaan RI, Maluku tidak boleh lagi miskin dan tertinggal.