Kabar24.com, JAKARTA - Wikileaks membocorkan 60.000 dokumen komunikasi diplomatik rahasia kerajaan Arab Saudi.
Atas bocoran itu, Pemerintah Arab Saudi mengimbau warganya tidak membagikan "dokumen yang kemungkinan telah dipalsukan" tersebut.
Pernyataan disiarkan Kementerian Luar Negeri Arab Saudi dalam Twitter-nya itu tidak secara langsung membantah keaslian dokumen Wikileaks.
Namun, pada Ahad, juru bicara Kementerian Luar Negeri Osama Naqli mengingatkan warga tidak membiarkan musuh negara mencapai tujuannya dalam kaitan dengan penyiaran setiap dokumen.
Naqli juga menambahkan bahwa sebagian besar di antara dokumen itu telah dipalsukan dengan cara sangat jelas.
Naqli mengungkapkan bahwa pihaknya tengah menggelar penyelidikan dan akan menghukum siapa saja pejabat yang terbukti bekerja sama dengan Wikileaks dalam pembocoran dokumen rahasia.
Dokumen bocoran Wikileaks itu adalah komunikasi antara para diplomat yang membahas di antaranya, sikap Arab Saudi terhadap sejumlah persoalan regional dan upaya untuk mempengaruhi media.
Awak media hingga kini belum bisa secara independen memverifikasi keaslian dokumen tersebut.
Negara eksportir terbesar di dunia yang menerapkan sistem poitik monarki itu memang dikenal sangat sensitif terhadap kritik publik. Pihak pemerintah berkali-kali memenjara para aktivis yang mengkritik keras keluarga Al Saud dan ulama senior. Mereka juga menerapkan kontrol yang sangat ketat terhadap media.
Sejak era kebangkitan Arab pada 2011 lalu, pemerintah Arab Saudi dinilai semakin intoleran terhadap perbedaan pendapat. Sejumlah pihak menduga bahwa keluarga kerajaan khawatir akan menyebarnya pengaruh gelombang demokrasi ke negaranya.
Sementara itu, Wikileaks sendiri mengatakan bahwa 60.000 dokumen yang mereka bocorkan hanya sebagian kecil dari total setengah juta dokumen yang mereka dapatkan.
Dokumen itu semuanya akan dipublikasikan secara bertahap.
Wikileaks tidak menerangkan dari mana mereka memperolehnya, namun secara khusus merujuk pada insiden pada Maret lalu di mana jaringan komputer Riyadh telah dibobol oleh peretas yang menemakan diri Yemeni Cyber Army.
Bocoran dokumen itu hingga kini tidak diberitakan oleh media negara maupun swasta di Arab Saudi.