Bisnis.com, JAKARTA — Meski islah dengan kubu Agung Laksono diklaim sudah mencapai titik terang, politisi Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie (Ical) di DPR tetap membawa usulan revisi UU Pilkada ke sidang paripurna.
Dalam islah yang digagas Jusuf Kalla, Wakil Presiden sekaligus politisi senior Golkar, kedua kubu sudah menyepakati untuk meredam konflik dualisme kepengurusan Golkar demi kepentingan Pilkada.
Bahkan dalam agenda islah, Ical dan Agung juga telah sepakat membentuk tim islah dari kedua kubu yang bertugas menjaring calon-calon kepala daerah yang akan diajukan melalui Partai Golkar.
Kendati demikian, Rambe Kamarulzaman, Ketua Komisi II dari Fraksi Golkar kubu Ical, tetap ngotot mengusulkan revisi UU No. 8/2015 tentang Pilkada kepada pimpinan DPR.
Usulan revisi yang hanya ditandatangani oleh 26 anggota dari 50 anggota Komisi II tersebut sudah disampaikan kepada Ketua DPR Setya Novanto yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Golkar kubu Ical, Senin (25/5/2015).
Dalam usulan tersebut, paparnya, Komisi II sepakat akan merevisi a.l. pasal yang mengatur partai politik peserta pemilu yang berkonflik.
“Selain itu, revisi juga mencakup anggaran pilkada serta aturan calon petahana yang tidak boleh mengubah susunan jabatan pejabat pemerintah. Kita sudah sampaikan ke pimpinan DPR,” kata Rambe di Kompleks Gedung Parlemen, Senin.
Menanggapi hal itu, Setya Novanto berjanji akan menindaklanjuti usulan revisi tersebut ke paripurna.
Namun sesuai aturan, harus dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) lebih dulu karena tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Dengan demikian, papar Setnov—sapaan akrab Setya Novanto—usulan tersebut belum akan dibahas dalam paripurna, Selasa (26/5).
“Setelah dibahas di Baleg, baru kami akan bahas dalam paripurna,” katanya.
Firman Subagyo, Ketua Baleg yang menjabat sebagai Ketua DPP Partai Golkar kubu Ical juga menyatakan persetujuan serupa.
Menurutnya, revisi UU Pilkada itu sangat penting untuk dilanjutkan. “Jika tidak dibahas, Partai Golkar dan PPP tidak bisa ikut Pilkada,” katanya.
Menurut Firman, revisi beleid Pilkada sangat penting untuk memenuhi keinginan Golkar. “Sebagai parpol dengan perolehan suara terbesar kedua dalam Pileg 2014, banyak kader Golkar berisiko tidak bisa ikut Pilkada,” katanya.
Meski demikian, Firman mengelak jika revisi ini untuk kepentingan Golkar. “Revisi ini bukan hanya masalah Golkar. Pada intinya, kami di DPR hanya tidak ingin UU sebagai hasil kerja dipermasalahkan hanya karena tidak sempurna.”
Sementara itu, Ahmad Riza Patria, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Gerindra yang didaulat sebagai Ketua Tim Pengusul Revisi UU Pilkada, memastikan revisi tersebut tidak akan menggangu jadwal Pilkada.
“Pada intinya, kami ingin semua parpol bisa ikut Pilkada,” katanya.
Sebelumnya, usulan revisi UU Pilkada tersebut muncul setelah adanya penolakan KPU atas rekomendasi panitia kerja (panja) Pilkada Komisi II yang mendesak untuk memasukkan klausul pembolehan putusan terakhir pengadilan untuk partai berkonflik—seperti Golkar dan PPP—sebagai syarat menjadi peserta Pilkada.
Atas penolakan itu, Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan parpol yang bisa ikut Pilkada harus terdaftar di kemenkumham.
Jika masih berkonflik, KPU menyarankan adanya islah agar bakal calon yang diusung Golkar dan PPP bisa mendaftar menjadi peserta Pilkada yang akan diselenggarakan pada 9 Desember 2015.
Dalam perkembangan lain, pimpinan DPR akan memanggil Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah ditunjuk oleh Komisi II untuk mengaudit kinerja dan keuangan KPU.
“Pada Kamis depan, BPK akan hadir ke DPR. Kami telah minta secara langsung agar BPK mengaudit KPU,” kata Setnov.
Permintaan untuk mengaudit KPU tersebut terkait dengan membengkaknya anggaran pilkada serentak di 269 daerah dari rencana semula Rp4 triliun menjadi Rp6,7 triliun. “KPU harus diaudit,” kata Rambe.
Rambe juga menepis tudingan bahwa permintaan audit tersebut adalah manuver atas ancaman gagalnya pembahasan revisi UU Pilkada. “Ini tidak ada kaitannya dengan revisi UU Pilkada,” tegasnya.