Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat Bilang Sabda Raja & Paugeran Tidak Perlu Dipertentangkan

Dekan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Muhtasyar Syamsuddin menilai keberadaan sabda raja dan paugeran merupakan kesatuan yang seharusnya mampu menjaga keseimbangan Keraton Yogyakarta.
Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono X (dua kiri) keluar dari Siti Hinggil Keraton Ngayogyakarta seusai mengeluarkan sabda raja atau perintah raja di Siti Hinggil Keraton Ngayogyakarta, Yogyakarta, Senin (5/5/15)/Antara
Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono X (dua kiri) keluar dari Siti Hinggil Keraton Ngayogyakarta seusai mengeluarkan sabda raja atau perintah raja di Siti Hinggil Keraton Ngayogyakarta, Yogyakarta, Senin (5/5/15)/Antara

Kabar24.com, JAKARTA - Dekan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Muhtasyar Syamsuddin menilai keberadaan sabda raja dan paugeran merupakan kesatuan yang seharusnya mampu menjaga keseimbangan Keraton Yogyakarta.

"Paugeran (aturan pokok keraton) dengan keputusan internal yang bersifat transendental (sabda raja) itu, seharusnya jangan diperlawankan, melainkan harus dijaga keseimbangannya," kata Muhtasyar.

Dia mengatakan, dengan merujuk pada tradisi serta filsafat Jawa harus ada keseimbangan antara yang bersifat teosentris (Ketuhanan) yakni sabda raja dengan yang bersifat antroposentris yakni paugeran.

"Dalam filsafat Jawa perintah Tuhan harus selaras dengan karya manusia".

Menurutnya, masyarakat juga harus memahami dan menghormati bahwa sabda raja yang dikeluarkan oleh Sultan HB X dipahami sebagai kepentingan internal keraton yang mendasarkan pada perintah Tuhan.

"Oleh karena itu dalam konteks itu apapaun yang terjadi dalam keraton dianggap sebagai maunya Tuhan".

Kendati demikian, paparnya, apabila sabda raja serta paugeran pada akhirnya dipertentangkan dan memang berlawanan, maka yang harus diubah adalah paugeran sebagai produk pemikiran manusia.

"Karena itu dengan mengeluarkan sabda raja Sultan merasa paugeran dikalahkan karena dinilai sebagai hasil kesepakatan manusia," ujarnya.

Dia mengemukakan paugeran yang merupakan hasil karya pemikiran manusia masih dapat dikomunikasikan kembali untuk diubah karena bukan merupakan kebenaran absolut.

Sebelumnya, Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang juga gubernur DIY Sri Sultan HB X pada 30 April 2015 mengeluarkan sabda raja yang antara lain mengubah gelarnya dari Buwono menjadi Bawono serta menghilangkan gelar kalifatullah.

Selanjutnya pada Selasa (5/5), Sultan kembali mengeluarkan dawuh raja yang berisi penggantian nama Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun (putri pertama Sultan) menjadi GKR Mangkubumi. Upaya itu dianggap beberapa adik Sultan, bahwa Sultan telah keluar dari paugeran serta ingin menjadikan putrinya sebagai penerus tahta.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Redaksi
Editor : Yusran Yunus
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper