Kabar24.com, YOGYAKARTA – Kebijakan Menteri Pendidikan Kebudayaan dan Dasar Menengah Anies Baswedan untuk mengevaluasi Kurikulum 2013 dan menerapkannya pada 2019 mendapat dukungan dari sejumlah civitas akademika.
Slamet, Profesor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), mengatakan evaluasi terhadap Kurikulum 2013 sangat diperlukan. Namun demikian, ujarnya, evaluasi dapat dilakukan sambil berjalan.
Artinya, sekolah-sekolah yang sudah terlanjur menerapkan Kurikulum 2013, baik dalam satu semester maupun dalam tiga semester terakhir, tidak perlu menghentikan penerapan Kurikulum 2013.
Dia mengingatkan masih ada sejumlah persoalan, khususnya terkait implementasi, dalam penerapan Kurikulum 2013. Salah satu hal yang disorot oleh Slamet adalah ketersediaan sarana dan prasarana penunjang pendidikan berbasis Kurikulum 2013.
Menurut dia, sarana penunjang Kurikulum 2013 seperti laboratorium dan program pendukung lainnya masih sangat minim dan jauh dari ideal.
Kondisi tersebut, ujarnya, tidak hanya terjadi di sekolah-sekolah yang berada di pelosok melainkan juga di sekolah-sekolah favorit di pusat kota.
“Ini perlu dibenahi. Sambil melakukan evaluasi, menteri hendaknya meninjau kembali persoalan implementasi dan membenahinya agar implementasi Kurikulum 2013 dapat berjalan baik,” ujarnya dalam jumpa pers tentang Kurikulum, Strategi Pendidikan, dan Keindonesiaan di Komplek Taman Siswa, Senin (22/12).
Sri Edi Swasono, Ketua Umum Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa, mengatakan pengajaran terhadap siswa harus bersifat kebangsaan agar anak-anak mempunyai rasa cinta terhadap bangsa.
Oleh karena itu, dia mendukung kebijakan pemerintah mengevaluasi kurikulum 2013 dan menerapkannya di seluruh sekolah pada 2019.
“Kurikulum 2013 bukan diganti, tetapi direvisi secara berkelanjutan sehingga menjadi lebih sempurna, berkesinambungan, dan tidak menimbulkan problem di lapangan. Ini kami dukung,” ujarnya.
Terhadap evaluasi Kurikulum 2013, Majelis Luhur Tamansiswa menyorot sejumlah hal. Pertama, pihaknya mengingatkan agar kurikulum pendidikan perlu untuk mempertajam dan memperluas keindonesiaan.
Kurikulum pendidikan, ujarnya, harus dapat mempertebal rasa kebangsaan, kerakyatan, dan buti pekerti luhur. Dia mengingatkan multikulturalisme dan puralisme Indonesia sangat nyata.
“Kalau sampai anak-anak tidak punya rasa nasionalisme, anak-anak lulus SMA tidak mengerti posisi laut, posisi daerah-daerah di Indonesia, Sabang-Marauke, Miangas-Rote, maka dia baru sebatas penduduk Indonesia, belum menjadi warga Negara Indonesia. Ini keprihatinan,” katanya.
Kemudian, lanjutnya, kurikulum pendidikan juga perlu memantapkan rasa kemerdekaan sehingga menumbuhkan rasa kesetaraan harkat martabat dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Di sisi lain, lanjutnya, pendidikan juga perlu menerapkan sistem pendidikan kepamongan.
“Peran aktif guru sebagai tutor, mengasuh, tidak hanya mengajar. Peran pendidikan nasional kita yang bukan sekedar mencerdaskan otak bangsa, tetapi juga mempercerdas kehidupan,” katanya.
Lebih lanjut, Edi juga mengingatkan prinsip kesetaraan antara sekolah negeri dan sekolah swasta telah terabaikan.
Akibatnya, ujarnya, banyak sekolah negeri baru yang meminggirkan dan memarginalkan sekolah-sekolah swasta yang telah lama ada untuk memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat setempat.
“Kami berharap Pemda-pemda memperbaiki, memberi fasilitas, merenovasi, memperluas sekolah-sekolah swasta yang ada lebih dahulu sebelum menetapkan untuk mendirikan sekolah-sekolah negeri baru,” katanya.
Terakhir, dia mengingatkan bahwa penting bagi pemerintah dan civitas akademika mempertahankan ujian nasional.
“Bahwa ujian nasional banyak hambatan dan rintangan. Tetapi tanpa ujian nasional, tak akan terjadi one mindset keindonesiaan.
Ujian nasional perlu dipertahankan untuk memperteguh satu sistem pendidikan nasional,” katanya.