Bisnis.com, BANYUMAS—Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto memprediksi kenaikan harga premium dan solar di Purwokerto akan menyumbang inflasi pada November masing-masing sebesar 1,37% jenis premium dan 0,04% jenis solar.
Sementara itu, di Kota Cilacap kenaikan harga Premium diperkirakan akan menyumbang sekitar 1,11% dan solar sebesar 0,02% terhadap pembentukan angka inflasi.
Kantor Perwakilan BI Purwokerto memperkirakan kebijakan Pemerintah menaikkan harga premium dari Rp6.500 menjadi Rp8.500 dan solar dari Rp5.500 menjadi Rp7.500 pada 18 Nopember 2014 memberikan tekanan terhadap angka inflasi khususnya di bulan November dan Desember.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto Rahmat Hernowo memaparkan hingga pekan ketiga bulan November 2014, hasil Survei Pemantau Harga (SPH) yang dilakukan BI Purwokerto di dua pasar utama Kota Purwokerto yaitu Pasar Wage dan pasar Manis masih belum tampak kenaikan harga karena BBM.
Menurutnya, kenaikan harga yang terjadi pada beberapa komoditas seperti ayam, daging sapi, cabai dan beberapa jenis sayuran menurut sebagian besar responden lebih disebabkan karena kelangkaan pasokan.
Sementara itu, hasil SPH di dua pasar utama Kota Cilacap yakni Pasar Limbangan dan Pasar Gede menunjukkan kenaikan harga pada komoditas cabai, telur ayam ras, daging ayam ras.
“Kami memperkirakan dampak putaran kedua (second round effect) dari kenaikan harga BBM akan mulai terasa di Desember yaitu saat dimana harga ongkos angkut untuk komoditas mulai merambat naik serta masuknya musim penghujan,” ujar Rahmat kepada Bisnis, Jumat (21/11/2014).
Namun demikian, katanya, berdasarkan data historis setelah lima bulan diperkirakan harga-harga akan kembali ke pola normalnya.
Di eks Karesidenan Banyumas, ujar Rahmat, pengeluaran masyarakat untuk bensin dan solar di dua kota inflasi yaitu Purwokerto dan Cilacap cukup tinggi.
Untuk Purwokerto, pengeluaran masyarakat untuk membeli bensin menduduki urutan teratas yaitu 4,41% dari pengeluaran total bulanannya, mengalahkan pengeluaran untuk beras yang menduduki peringkat kedua (4,09% dari total pengeluaran per bulan).
Adapun pengeluaran untuk solar relatif kecil yaitu sebesar 0,12% dari total pengeluaran.
“Sementara itu di Cilacap, pengeluaran masyarakat untuk bensin sebesar 3,58% dari total pengeluaran per bulan. Di Kota Cilacap, pengeluaran untuk bensin berada di urutan ketiga setelah beras (5,24%) dan nasi (5,23%). Sedangkan pengeluaran untuk solar adalah sebesar 0,06%,” ujarnya.
Dalam perhitungan inflasi yang dilakukan BPS, makin tinggi pengeluaran masyarakat dalam mengkonsumsi komoditas tertentu, makin besar bobotnya dalam perhitungan inflasi.
Dengan demikian, kenaikan harga yang terjadi pada komoditas yang memiliki bobot tinggi akan berdampak secara siginifikan terhadap pembentukan angka inflasi.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan atau Disperindag Jawa Tengah Petrus Edison Ambarura mengakui kenaikan BBM bersubsidi berdampak terhadap kenaikan inflasi di wilayah ini sekitar 2%.
Hal itu disebabkan ongkos transportasi dan biaya akomodasi terdongkrak naik.
“Semua harga akan naik. Dampak kenaikan paling besar sektor pertanian,” ujarnya.
Edison mengatakan komoditas pertanian di Jawa Tengah seperti cabai dan bawang merah turut berpengaruh besar terhadap angka inflasi.
Semakin langka komoditas itu, katanya, inflasi di Jateng akan terkerek naik.
“Selain BBM, inflasi juga dipengaruhi anomali cuaca. Coba lihat kalau cabai dan bawang merah tidak panen maka terjadi kelangkaan barang yang menyebabkan harga melambung tinggi,” paparnya.