Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jokowi dan PDI-P (Pasti) Menang?

Kalau Jokowi jadi calon presiden, diperkirakan pemilihan hanya satu putaran, kata Direktur Eksekutif Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi.
/JIBI
/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA - Kisah Joko Widodo, yang akrab dengan panggilan Jokowi, terus menggelinding. Seperti tidak ada habis-habisnya. Jika tidak diejek, ya disanjung. Jokowi naik daun sejak dirinya menjadi Gubernur DKI dan jelang Pilpres 2014.

Tepatnya, ketika masuk putaran kedua Pilgub DKI melawan Fauzi Wibowo, yang akrab disapa Foke, nama mantan Walikota Solo itu langsung melambung, tinggi. Sosok pria kurus ini, menjadi trending topic. Semula, Foke yang dijagokan untuk menang dalam satu putaran, begitu jumawa. Optimis posisinya sebagai Jakarta 1, tidak ada yang mampu menggoyahkan. Apalagi merasa sebagai warga Jakarta dan Jokowi sebagai pendatang.

Namun, populeritas dan setiap pernyataannya, seperti bom waktu. Di putaran kedua, setiap pernyataan Foke dan pendukungnya, justru membuat populeritas Foke tergerus. Dia menjadi sasaran tembak.  Simpati berubah menjadi antipati. Foke seperti kebakaran kumis.

Jokowi, yang  datang dengan populeritas lebih rendah dibanding Foke, menyeruak di tengah hutan beton Jakarta. Melakukan blusukan ke kawasan kumuh dan miskin. Memasuki dunia maya. Populeritasnya, secara perlahan, mulai menggema. Foke mulai ditinggalkan. Jokowi menarik simpati. Terlebih setelah komentar Rhoma Irama, yang rada hendak menghantam populeritas Jokowi jelang putaran dua pilgub itu. Di penghujung Pilgub Gubernur DKI, Jokowi menyalip Foke dan menang.

 Seperti kata orang: Kalau memang  jadi, diapain aja tetap jadi. Mau dihujat, dihina, dicacimaki, engga ngaruh. Kalau jadi, yah jadi.

Kini, Jokowi kembali menjadi trending topic terkait Pilpres 2014. Sejatinya, Jokowi bakal maju atau tidak di Pilpres 2014, belum ada yang tahu. Namun, kalau saja Jokowi mencalonkan diri dan Pilpres 2014 digelar saat ini, Jokowi sangat berpeluang besar untuk menang. Terlebih jika merujuk hasil polling sejumlah lembaga survey, terlepas adanya kecurigaan sejumlah orang bahwa lembaga polling itu bisa dibayar.

Hasil survei tim majalah Youth, Urban, Fasion & Attitude Universitas Bakrie pada 10 universitas, misalnya,  mendapati faktor kegantengan (tampang) dan kekayaan (tajir) bukan faktor utama mahasiswa atau anak muda menjatuhkan pilihan.

Menurut Koordinator jajak pendapat YUFA Megumi Gunawan hasil ini menempatkan sosok Gubernur DKI yang juga kader Partai PDI Perjuangan, Joko Widodo (Jokowi) sebagai capres idaman dengan meraih 39% dari total suara.

Disusul mantan Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan (9%). Dua menteri di kabinet saat ini yakni Dahlan Iskan dan Gita Wirjawan sama-sama meraih 7%.

Sebutlah itu baru berandai-andai. Sebab,  kita justru harus bertanya: Akankah Jokowi maju menjadi capres 2014? Akankah PDI-P menjadikan Jokowi calon presiden dari partai bergambar kepala banteng dengan moncong putih?

Nama Jokowi begitu populer di media social. Banyak grup yang mengkampanyekan Jokowi sebagai presiden bermunculan. Dari mulai Jokowi For Presiden 2014, Jokowi Presiden RI, Jokowi Presidenku, Relawan Jokowi Presiden, Jokowi Pilihanku, Jokowi Presiden Kita, Jokowi Calon Presiden, Militansi Jokowi, Gerakan Pro-Jokowi dan banyak lagi.

Langkah ini sejatinya dilakukan Jokowi dan pendukungnya saat maju dalam Pilgub DKI. Ada grup Jokowi Basuki, Beranda Jokowi Ahok, Dukung Jokowi-Ahok Untuk Gubernur DKI, Relawan Jokowi-Ahok Untuk Gubernur/Wagub DKI Jakarta 2012-2017, Jokowi-Basuki Jakarta Baru, Ahok Jokowi dan banyak lagi. Grup ini ternyata ampuh: Jokowi-Ahok menjadi Gubernur/Wagub DKI.

Hal itu diakui. Sosok Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menjadi figur politik yang paling santer diperbincangkan di media sosial oleh pengguna Internet di 31 provinsi di Indonesia, demikian hasil riset lembaga penelitian Politicawave.

“Segala topik perbincangan di sosmed (media sosial) dari politik, bencana, infrastruktur hampir selalu didominasi oleh Jokowi,” ujar Direktur Politicawave, Yose Rizal.

Dari data yang dikemukakan Yose, percakapan tentang Joko Widodo mencapai 2.522.643 kali atau sekitar 60% dari 3.994.528 total percakapan dengan pengguna media sosial di Indonesia yang mencapai 80 juta orang. Sementara, pengguna aktif yang konsisten membicarakan politik dan nama-nama calon presiden 2014 mencapai 1.156.874 orang.

Sempat ada anggapan populeritas Jokowi hanya akan dipakai PDI-P guna menaikkan rating PDI-P sendiri. Populeritas Jokowi sebagai ‘anak’ PDI-P hanya dipakai untuk mendorong  jumlah atau persentase kursi PDI-P di parlemen.  Apalagi, tidak ada tokoh lain di PDI-P yang  memiliki populeritas yang sebanding atau setara dengan Jokowi. Sekalipun  dengan sang Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.

Namun, rasanya, riskan jika itu yang dilakukan oleh PDI-P. Lantaran, jika pilihannya Jokowi hanya dijadikan mesin pendorong jumlah kursi yang akan dikuasai PDI-P di parlemen, dalam Pilpres 2014, PDI-P akan menuai hukumannya. Jika bukan Jokwoi, sekalipun Megawati, PDI-P sulit memenangkan Pilpres 2014. Itu jika melihat dari anim masyarakat via media social.

Lihat hasil survei Indo Barometer. Pencapresan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pada 2014 berpengaruh signifikan pada elektabilitas PDI Perjuangan sebesar 35,8%. Dari hasil survei elektabilitas PDI Perjuangan tanpa ada faktor Jokowi sebesar 28,8%. “Kalau Jokowi menjadi capres partai itu, elektabilitas PDI sebesar 35,8%," kata Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari.

Selain itu, dalam survei itu, disebutkan apabila PDI mencalonkan Jokowi sebagai capres, elektabilitas Partai Golkar 15,8%, Gerindra 7,9%, Demokrat 4,6%, PKB 3,8%, PAN 2,5%. Namun, apabila Jokowi tidak dicalonkan [PDI-P], elektabilitas Partai Golkar naik menjadi  20,8%, Gerindra 7,5%, PKB  9,6%, Demokrat (naik) 5,8%, Hanura 3,3% dan PAN 2,9%.

Bukan hanya buat PDI-P. Apabila Jokowi dicalonkan dari PAN,  elektabilitas partai itu melejit menjadi  7,5% (dibanding  persentase PAN apabila PDI mencalonkan Jokowi sebagai capres), PDI Perjuangan rontok menjadi 20,8%, Partai Golkar 16,7%, Gerindra 10,4%, PKB 5,4%, Hanura 4,2%, dan Demokrat, PAN, Nasdem memperoleh 2,5%.

Hasil survei Indikator Politik Indonesia terhadap 1.200 responden yang tersebar di 33 provinsi pada Oktober lalu menunjukkan bahwa Jokowi tak terkalahkan. Dia diperkirakan memperoleh 47,4% dan mengalahkan Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto (15,8%), Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie (12,6%), serta peserta konvensi calon presiden Partai Demokrat, Dahlan Iskan—paling tinggi elektabilitasnya dibanding 10 peserta konvensi lainnya—dengan 3,7%.

“Kalau Jokowi jadi calon presiden, diperkirakan pemilihan hanya satu putaran,” kata Direktur Eksekutif Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi.

Tak ayal, PDI-P dan Jokowi menjadi senyawa. Sulit bagi Jokowi maju sebagai capres jika tidak dengan PDI-P dan PDI-P sulit menang di Pilpres 2014 jika tidak menjadikan Jokowi capres mereka. Jadi, Jokowi akan maju sebagai capres PDI-P?

Sejauh ini, Jokowi dan PDI-P menang. Saat partai lain harus mengeluarkan banyak uang melalui iklan calon presidennya, mereka [PDI-P] justru tidak, tetapi mampu memiliki tingkat populeritas dan elektabilits tinggi. Jauh lebih tinggi dari partai yang sudah menggelontorkan uang miliaran rupiah melalui media cetak dan elektronik, dengan dibayangi ancaman teguran dari KPI (Komisi Penyiaran Indonesia).

Bahkan, program sosialisasi partai yang bakal menjadi penantang PDI-P pada Pilpres 2014, seperti terganggu. Jokowi bak magnet. Akibatnya,  para ketua umum dan anggota pengurus dari partai lain pun ikut sibuk mengomentari  Jokowi. Termasuk dalam Konvensi Preisden Partai Demokrat. “Jokowi terlalu banyak janji, tanpa bukti. Contohnya kemacetan dan penanggulangan banjir di Jakarta," ujar Ruhut Sitompul. “Jokowi belajar dululah ngurus Jakarta, nggak usah mimpi jadi presiden,” katanya.

Endriartono menyindir Jokowi yang memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi. Dia menganggap Jokowi bisa meraih semua itu lantaran disukai media massa.

Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Ahmad Mubarok menilai para pembela Jokowi itu hanyalah settingan dan tidak alamiah. Sesuatu yang tidak alamiah, menurutnya usianya tidak akan panjang. Masyarakat lama-lama juga akan tahu bahwa para pembela Jokowi, terutama di media sosial itu tidaklah asli. “Dari komentar-komentar mereka saja ketahuan kok. Bahasa mereka kasar sekali dan terlalu membela Jokowi,” tuturnya.

Pak Amin Rais menghimbau agar masyarakat tidak memilih Jokowi berdasarkan popularitas semata. Pak Amin mencontohkan seorang pemimpin yang dipilih karena popularitas semata seperti Presiden Filipina Joseph Estrada  yang diturunkan di tengah jalan.

Bahkan, Ketua DPD RI Irman Gusman mengkritisi kegiatan blusukan yang kini populer berkat Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Menurutnya, kegiatan blusukan menandakan tidak berjalannya sistem dalam pemerintahan.

Masih banyak lagi. Boleh jadi, ini sinyal bahwa populeritas Jokowi dianggap bakal menjadi batu sandungan ambisi  para calon presiden dari partai lain, sehingga counter harus dilakukan. Situasi ini, justru, membuat  Jokowi dan PDI-P tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk meraih simpati dan menaikkan rating.

Lalu, mengapa PDI-P belum berani mencalonkan Jokowi sebagai capres 2014 dari PDI-P? Apakah Megawati masih ingin maju dengan mendompleng populeritas Jokowi? Atau ini memang akal-akalan PDI-P untuk mendongkrak suara PDI-P pada pemilihan legistlatif mendatang?

Sejujurnya, yang tahu jawaban itu hanya Jokowi dan Megawati. Mungkin juga (kepada) beberapa gelintir tokoh di PDI-P, yang mulutnya tidak ember. Bahkan, boleh jadi, ini upaya untuk menghindari hantaman dengan cara yang nista yang bertujuan merusak image  Jokowi oleh  lawan-lawan politik Jokowi dan PDI-P. Atau PDI-P masih menunggu sejauh mana komitmen para pendukung mendukung PDI-P dan Jokowi lewat hasil di  Pileg mendatang? Boleh jadi jika pada Pemilu Legislatif 2014 suara PDI-P kurang dari 20%, Jokowi tidak bakal dicalonkan PDI-P. Namun, tidak jika sebaliknya. Jadi, pilihan kini, PDI-P ‘menggantung’ Jokowi?


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Martin Sihombing
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper