Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Sitok: Hai Wanita, Jangan Terjebak dengan 'Kharisma Semu'

Berangkat dari kasus Sitok, maupun artis-artis lain, dia menerangkan bahwa jika seseorang terus-menerus berinteraksi dengan sang figur idola, tidak menutup kemungkinan dia akan semakin terbuai dengan kata-kata dan kharismanya

Bisnis.com, JAKARTA - Selama beberapa minggu terakhir, publik dihebohkan dengan kasus pemerkosaan penyair Sitok Srengenge terhadap RW, mahasiswi Universitas Indonesia, yang kini sedang menanti kelahiran sang bayi. RW hamil 7 bulan.

Menurut kuasa hukum korban Iwan Pangka, RW mengenal Sitok karena sama-sama terlibat dalam penyelenggaraan sebuah acara. Si mahasiswi ini sendiri juga merupakan pengagum syair-syair karya Sitok.

 

Kisah para seniman, artis atau sekedar selebritis yang mengambil keuntungan dari para penggemar seperti Sitok bukan yang pertama kali terjadi. Orang-orang panggung ini seakan punya kemampuan magis untuk “mengendalikan” para fans-nya.
 

Efnie Indriani, pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung, mengatakan pada dasarnya, memang beberapa orang memiliki kharisma tertentu yang bisa membuat orang lain tertarik kepadanya.

Mereka biasanya sedari kecil sudah dididik untuk mengekspresikan kelebihannya di hadapan banyak orang. Kalau mengacu pada sistem kerja otak, bagian pre frontal cortex-lah yang paling berkembang pada orang-orang ini.

Mereka juga dekat dengan alam sekitarnya dan tidak memiliki kesulitan berarti saat bersosialisasi. Maka dari itu, di kemudian hari mereka mampu mengelola kata-kata sebagai sebuah “senjata” untuk membuai orang lain, melalui syair, peribahasa, sampai lirik lagu.

Dia menjelaskan bahwa berdasarkan teori dari Noam Chomsky, profesor linguistik dari AS, pemilihan kata-kata tertentu memang bisa membuat orang lain terkesima, bahkan seperti terhipnotis, dan lebih mudah diarahkan untuk menuruti kemauan si pengelola kata tersebut.

Berangkat dari kasus Sitok, maupun artis-artis lain, dia menerangkan bahwa jika seseorang terus-menerus berinteraksi dengan sang figur idola, tidak menutup kemungkinan dia akan semakin terbuai dengan kata-kata dan kharismanya. Bisa saja dia akan membela idolanya habis-habisan dan menjustifikasi sikap mereka.

Kurangi obsesi

Lalu, bagaimana cara supaya kita tetap bisa mengidolakan seseorang tanpa terancam dimanfaatkan?

“Kurangi obsesi terhadap sang idola, kurangi intensitas aktivitas yang melibatkan dia langsung maupun tidak langsung. Sebagai gantinya, coba cari kegiatan lain yang lebih positif,” saran Efnie.

Jika sudah terlanjur terjadi pengalaman pahit, meskipun belum separah yang dialami RW, dia menghimbau supaya si penggemar ini mendapatkan mindfullness therapy dari seorang terapis psikologis profesional.

Tujuannya supaya dia belajar untuk menenangkan dirinya dan menata ulang paradigma kognitif atau cara dia berpikir. Secara psikologis, terapis ini akan “menukar posisi” memori lama yang menyakitkan dengan memori baru yang lebih positif.

Tentu saja, dukungan penuh dari keluarga bagi sangat diperlukan selama masa terapi ini.

“Dengan demikian, diharapkan setelah terapi, yang bersangkutan berubah menjadi individu dengan paradigma baru yang lebih semangat dan tidak lagi terpaku pada tingkah laku idolanya,” tuturnya.

 

JANGAN LEWATKAN: Sang Mahasiswi itu pun Didera Trauma Akut

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper