Bisnis.com, JAKARTA - Kedutaan Besar AS di Beirut menyatakan, Jumat, staf tidak penting dan keluarga mereka diungsikan dari Lebanon karena "ancaman terhadap fasilitas dan personel perwakilan AS".
"Pada 6 September 2013, Kementerian Luar Negeri AS menarik personel tidak penting dan keluarga mereka dari Kedutaan Besar di Beirut karena ancaman terhadap fasilitas dan personel perwakilan AS," kata kedutaan itu dalam sebuah pernyataan di situs beritanya.
Tidak ada penjelasan terinci mengenai ancaman yang dimaksud pada kedutaan itu atau keterangan mengenai jumlah orang yang diungsikan.
Langkah itu diambil ketika Presiden AS Barack Obama mendesak Kongres mensahkan serangan militer terhadap tetangga Lebanon, Suriah, yang pemerintahnya dituduh Washington melancarkan serangan senjata kimia pada 21 Agustus.
Kemungkinan serangan AS itu meningkatkan kekhawatiran mengenai perluasan konflik regional yang melibatkan gerakan Syiah Lebanon, Hizbullah, yang bersekutu dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Kementerian Luar Negeri AS sudah memperingatkan warga AS agar menghindari segala perjalanan ke Lebanon dan menasihati mereka yang berada di negara itu membuat rencana untuk pergi.
Ketegangan meningkat di Lebanon terkait konflik Suriah, setelah kelompok Hizbullah mengumumkan dukungannya dan mengirim pasukan untuk membantu Presiden Bashar al-Assad menumpas pemberontak Suriah.
Meski Lebanon secara resmi netral dalam perang di Suriah, negara itu terpecah antara pendukung Assad dan pendukung pemberontak Suriah.
Damaskus mendominasi Lebanon secara militer dan politik selama hampir 30 tahun hingga 2005.
Pada 18 Agustus, lima roket mendarat di dan sekitar kota Hermel, sebuah pangkalan Hizbullah di Lebanon timur.
Hermel dan daerah-daerah lain di Lebanon timur, yang menjadi pangkalan kelompok Syiah Lebanon Hizbullah, diserang sejumlah roket dari Suriah dalam beberapa bulan ini. Serangan roket terakhir itu terjadi tiga hari setelah ledakan bom mobil di pangkalan Hizbullah di Beirut selatan menewaskan 27 orang.
Menurut laporan Reuters, sebuah kelompok Sunni yang menamakan diri Brigade Aisha mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom pada 15 Agustus itu dan berjanji melancarkan operasi lebih lanjut terhadap Hizbullah.
Penduduk di Beirut selatan mengatakan bahwa Hizbullah, kelompok pejuang yang didukung Iran dan Suriah, siaga tinggi dan meningkatkan pengamanan di daerah itu setelah peringatan dari pemberontak Suriah mengenai kemungkinan pembalasan karena dukungan mereka bagi Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Kekerasan sektarian yang disulut oleh konflik Suriah juga terjadi di Lembah Bekaa dan kota-kota Laut Tengah, Tripoli dan Sidon, yang mencerminkan bahwa ketegangan sektarian baru menyebar di Timur Tengah.
Muslim Sunni di Lebanon mendukung pemberontak di Suriah, sementara penduduk Syiah mendukung Assad, bagian dari minoritas Alawite, cabang dari Syiah.
Pemimpin Hizbullah Nasrallah telah berjanji, kelompoknya akan terus berperang membela Assad setelah mereka memelopori perebutan kembali kota strategis Qusair pada Juni.
Pada Oktober tahun lalu, bom mobil di bagian timur Beirut menewaskan seorang pejabat intelijen senior Wissam al-Hassan, yang memiliki kedekatan dengan partai oposisi utama Sunni Lebanon yang mendukung pemberontakan di Suriah