Bisnis.com, JAKARTA—Sistem presidential threshold dalam pemilihan presiden sudah seharusnya dihapuskan karena selain membatasi hak politik warga, sistem itu hanya digunakan di Indonesia dan tidak dikenal dalam praktik pemerintahan presidensial.
Presidential threshold (PT) atau syarat persentase perolehan suara bagi partai politik untuk bisa mengajukan calon presiden hanyalah alibi untuk kepentingan dari partai-partai tertentu. Akibat kepentingan itu maka pembahasan PT menjadi alot dan sulit mencapai kesepakatan di DPR.
Parpol besar seperti Partai Golkar, PDIP dan Partai Demokrat terus berupaya mempertahankan PT berupa persyaratan 20% perolehan kursi di DPR untuk bisa mengajukan calon presiden. Sementara partai-partai menengah dan kecil di DPR minta persyaratan itu dihilangkan saja dalam pembahasan Undang-undang mengenai pemilihan presiden.
“Tidak ada negara penganut sistem presidensial yang memberlakukan presidential threshold di dunia ini kecuali Indonesia. Saya setuju dihapuskan saja karena setiap individu berhak jadi presiden,” ujar pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi, Jumat (26/7/2013).
Menurutnya, secara teori maupun dalam praktik empirik, PT tidak dikenal dalam sistem presidensial sehinngga menjadi aneh ketika sistem itu diterapkan. Bahkan satu orang pun tanpa didukung parpol seharusnya bisa maju sebagai calon presiden independen, ujarnya.
Pada bagian lain Burhanuddin mengungkapkan bahwa sistem politik di Indonesia yang menganut gabungan sistem presidensial dengan sistem multi partai ekstrem tidak tepat. Pasalnya, dengan sistem tersebut terbuka luas peluang untuk munculnya kompromi politik yang dipaksakan. (ltc)