Bisnis.com, MAKASSAR - Pemerintah Sulawesi Selatan diminta mengoptimalkan peran lembaga penjamin kredit daerah untuk mendukung pertumbuhan kredit ke sektor pertanian.
Data Bank Indonesia Wilayah I Sulampua (Sulawesi, Maluku, Papua) menunjukkan pertumbuhan kredit ke sektor pertanian di Sulsel naik 56,74% (y-o-y) per Mei 2013.
Namun, porsi kredit ke sektor pertanian masih sangat kecil apabila dibandingkan dengan pembiayaan ke sektor lain. Pangsa Kredit pertanian sekitar 2% dari total penyaluran Rp75,06 triliun.
Ekonom Sulsel sekaligus Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha Syarkawi Rauf mengatakan selama ini alasan perbankan tidak gencar memburu sektor ini karena petani dianggap tidak bankable.
“Penyaluran kredit terbesar masih ke sektor perdagangan dan kredit konsumsi dalam bentuk pembelian kendaraan bermotor, rumah, mobil dan lainnya,” katanya, Kamis (11/7/2013).
Menurut Syarkawi, umumnya perbankan di Sulsel menggunakan strategi pembiayaan yang fokus ke sektor unggulan daerah. Hal itu bertujuan agar ekspansinya tidak mencetak kredit macet.
Salah satu sektor utama Sulsel adalah pertanian, sehingga tingginya pertumbuhan pembiayaan ke sektor ini dianggap hal yang wajar.
“Apalagi jika diikuti oleh kenaikan nilai tukar petani (NTP) yang berarti bahwa jumlah penerimaan petani sudah semakin besar dibandingkan pengeluarannya,” katanya.
Menurut Badan Pusat Statistik, perkembangan NTP Sulsel per subsektor meningkat 0,01% pada Juni dibandingkan Mei 2013, yakni dari 108,03% menjadi 108,36%.
NTP Sulsel berada di peringkat ke 6 dalam skala nasional. Urutan pertama NTP terbaik diduduki oleh Lampung (126,24%), disusul Yogyakarta (117,68%), Sumsel (110,60%), Banten (109,70%) dan Jawa Barat (109,29%).
Pada umumnya kredit ke sektor pertanian menggunakan pola inti-plasma, yang berarti bank membiayai perusahaan inti yang selanjutnya perusahaan inti membiayai petani.
Pembiayaan ke sektor pertanian lebih pada pembiayaan perdagangan hasil pertanian. Sementara pembiayaan untuk tanam masih kecil karena terkait dengan besarnya resiko yang dihadapi oleh bank.
Menurut mantan Chief Economist Bank Negara Indonesia (BNI) Makassar ini, ada cara lain yang bisa dimanfaatkan, yaitu dengan optimalisasi peran lembaga penjamin kredit daerah yang sudah terbentuk.
“Bank Sulselbar harusnya didorong untuk fokus ke pembiayaan pertanian, jangan hanya menggarap segmen pegawai,” katanya. Pemprov Sulsel sendiri memiliki Perusahaan Penjamin Kredit Daerah (PPKD) yang dibentuk dua tahun lalu.
Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo mengatakan PPKD bukan semata-mata mencari profit atau keuntungan, namun mengedepankan agar kendala akses perbankan yang dikeluhkan kelompok UMKM maupun petani dan nelayan dapat dieliminasi.
“Permodalan dari APBD secara bertahap. Harapannya, minimal bisa mendorong akselerasi kredit UMKM dan pertanian secara penuh,” katanya di sela-sela pelantikan Direktur Utama PPKD Mulyan Pulubuhu.
Pemerintah provinsi membuat penyertaan modal sebesar Rp25 miliar yang baru akan terealisasi pada akhir tahun anggaran 2013.