Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemilu Serentak 2019: Ini Penjelasan Yusril Soal Ambang Batas Capres

Peluang partai politik peserta pemilihan umum (Pemilu) 2019 untuk mengusung calon presiden terbuka dengan pelaksanaan Pemilu secara serentak pada 2019.
Yusrl Ihza Mahendra
Yusrl Ihza Mahendra

Kabar24.com, JAKARTA — Peluang partai politik peserta pemilihan umum (Pemilu) 2019 untuk mengusung calon presiden terbuka dengan pelaksanaan Pemilu secara serentak pada 2019.

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa dengan pemilu serentak pada 2019 maka penggunaan ambang batas bagi parpol maupun gabungan parpol (presidential threshold/PT) untuk mengajukan calon presiden menjadi mustahil.

“Bagaimana bisa mendapatkan jumlah memenuhi syarat PT kalau Pileg dan Pilpres dilakukan serentak pada hari yang sama?” ujarnya mempertanyakan.

Dia juga mempertanyakan pendapat Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang mengatakan bahwa PT yang digunakan adalah PT yang didapat partai-partai dalam pemilu sebelumnya, yakni Pemilu 2014.

“Apa alasan konstitusional menggunakan PT pemilu sebelumnya itu, tidak pernah dijelaskan Mendagri Tjahjo dan partai pendukungnya. Saya sendiri menolak pendapat ini karena saya anggap bertentangan dengan UUD 1945,” ujarnya.

Menurut yusril, Pasal 22 E UUD 45 dengan tegas mengatur bahwa pasangan calon presiden dan cawapres diusulkan (dicalonkan) oleh partai politik peserta pemilu sebelum pemilu dilaksanakan.

Jadi sebelum pemilu serentak itu dilaksanakan, setiap partai atau gabungan partai peserta pemilu dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Meskipun ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan pilpres akan diatur dengan undang-undang, namun undang-undang yang dibuat, tidak boleh bertentangan dengan apa yang sudah diatur oleh UUD 45.

Selain bertentangan dengan UUD 45, keinginan tetap adanya PT dalam Pemilu 2019, kalau dimaksudkan agar presiden terpilih mempunyai dukungan kuat dari DPR, juga tidak beralasan.

 “Kalau syarat PT adalah 20% seperti Pemilu 2014, maka dapat diasumsikan bahwa hanya yang 20% itu saja yang mendukung presiden, sementara yang 80% tidak mendukung,” ungkapnya.

Hal seperti di atas terjadi juga pada Presiden Jokowi. Ketika baru terpilih, Jokowi nampak kesulitan menghadapi DPR yang tidak mendukung dirinya secara mayoritas. Jokowi terpaksa harus mencari dukungan dari partai-partai lain di parlemen, di luar partai yang mencalonkannya dalan Pilpres 2014,” ujarnya, Selasa (2/5). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper