Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Biografi Raden Dewi Sartika, Pelopor Sekolah Perempuan di Indonesia

Raden Dewi Sartika, pelopor pendidikan perempuan di Indonesia, mendirikan Sekolah Isteri pada 1904 di Bandung, menginspirasi emansipasi wanita di masa kolonial.
Profil lengkap Dewi Sartika dan kisahnya sebagai pelopor pendidikan di Indonesia - budaya.jogjaprov.go.id
Profil lengkap Dewi Sartika dan kisahnya sebagai pelopor pendidikan di Indonesia - budaya.jogjaprov.go.id

Bisnis.com, JAKARTA - Siapa Raden Dewi Sartika? Mengapa namanya terus dikenang dalam sejarah pendidikan Indonesia? Di masa kolonial Belanda, ketika akses pendidikan untuk perempuan sangat terbatas, Dewi Sartika hadir sebagai cahaya perubahan.

Raden Dewi Sartika lahir di lingkungan bangsawan Sunda dan dia tidak suka dengan hidup terlalu nyaman. Kemudian, dia menggugat norma sosial dan menghadirkan sesuatu yang revolusioner, yaitu pendidikan bagi kaum perempuan.

Dewi Sartika tidak hanya membuka sekolah, dia membuka mata dan harapan. Dia menjadi simbol keberanian, pendidikan, dan emansipasi wanita di tanah jajahan. Di tengah tantangan kolonial dan tekanan adat, langkahnya menciptakan gelombang baru. Artikel ini mengupas biografi Raden Dewi Sartika, perjuangannya, warisannya, hingga jejaknya dalam sejarah.

Biografi Raden Dewi Sartika

Profil Raden Dewi Sartika

  • Nama Lengkap: Raden Dewi Sartika
  • Tempat & Tanggal Lahir: Bandung, 4 Desember 1884
  • Tempat & Tanggal Wafat: Tasikmalaya, 11 September 1947
  • Gelar: Pahlawan Nasional Indonesia (dianugerahkan tahun 1966)
  • Pendidikan: Belajar secara informal melalui keluarga dan guru privat
  • Ayah/Ibu: Raden Somanagara dan Raden Ayu Rajapermas
  • Perjuangan Utama: Pendiri Sekolah Isteri, pelopor pendidikan perempuan
  • Warisan Abadi: Nama jalan, gedung, dan sekolah diabadikan atas namanya

Latar Belakang Keluarga

Raden Dewi Sartika lahir pada 4 Desember 1884 di Bandung, dari keluarga bangsawan Sunda. Ayahnya, Raden Somanagara, adalah seorang pejuang kemerdekaan dan penganut kuat pendidikan. Ibunya, Raden Ayu Rajapermas, juga berasal dari kalangan ningrat yang menjunjung nilai adat dan agama.

Lingkungan keluarga ini memberikan fondasi intelektual dan spiritual bagi Dewi Sartika sejak dini. Namun, ayahnya wafat ketika ia masih kecil. Kepergian sosok ayah yang inspiratif menjadi titik balik bagi Dewi Sartika.

Dia diasuh oleh pamannya di lingkungan Keraton, di mana ia mulai menyerap nilai-nilai budaya dan pendidikan. Di sinilah benih perjuangan mulai tumbuh, di tengah koridor istana yang menyimpan tradisi dan keterbatasan perempuan.

Masa Kecil dan Pendidikan

Meski hidup di zaman kolonial, Dewi Sartika menunjukkan kecerdasan luar biasa. Dewi Sartika belajar membaca dan menulis dari sang paman dan guru-guru privat. Di balik dinding istana, ia membaca buku-buku yang membuka wawasan. Dewi Sartika juga memperhatikan ketimpangan, laki-laki bebas belajar, sementara perempuan dibatasi.

Ketika bermain dengan anak-anak abdi dalem, Dewi Sartika sering memerankan guru. Ia menggambar huruf di tanah, mengajarkan membaca kepada teman-temannya. Dari permainan kecil itu, terlahir visi besar. Ia yakin bahwa perempuan berhak untuk pintar, mandiri, dan setara. Keyakinan ini menjelma menjadi misi hidupnya.

Perjuangan Dewi Sartika di Bidang Pendidikan

Pendirian Sekolah Isteri

Pada 16 Januari 1904, di usia 20 tahun, Dewi Sartika mendirikan "Sekolah Isteri" di halaman belakang rumah ibunya di Bandung. Sekolah ini adalah sekolah perempuan pertama di Hindia Belanda. Awalnya hanya menerima beberapa murid, namun dampaknya luar biasa. Ia mengajarkan membaca, menulis, berhitung, hingga keterampilan rumah tangga.

Mengutip Arsip Nasional RI, sekolah ini menjadi inspirasi bagi perempuan di berbagai kota lain. Murid-muridnya berasal dari beragam latar belakang sosial. Mereka pulang dengan harapan baru dan semangat memberdayakan komunitasnya. Dewi Sartika tak hanya mengajar, ia menanamkan nilai bahwa perempuan bisa menjadi pusat perubahan.

Tantangan dari Masyarakat dan Pemerintah Kolonial

Tidak mudah mendirikan sekolah perempuan di tengah masyarakat patriarkal. Banyak yang menganggap Dewi Sartika merusak adat. Pemerintah kolonial pun mencurigainya. Namun, ia tak mundur. Ia berdialog, menjelaskan pentingnya pendidikan untuk membangun keluarga dan bangsa.

Dewi Sartika berani berdiri di antara dua tekanan, budaya konservatif dan kekuasaan kolonial. Namun justru di titik ini karakternya diuji dan dibentuk. Ia tidak melawan dengan amarah, tapi dengan strategi cerdas dan komunikasi persuasif. Seiring waktu, sekolahnya justru mendapat dukungan luas.

Visi dan Misi Pendidikan Perempuan

Menurut Dewi Sartika, perempuan bukan hanya pelengkap laki-laki. Ia percaya perempuan adalah tiang negara. Melalui pendidikan, perempuan dapat menjadi ibu yang cerdas, guru pertama bagi anak-anaknya, serta penggerak kemajuan bangsa.

Ia merancang kurikulum yang adaptif, ada pelajaran dasar, keterampilan hidup, hingga etika sosial. Sekolahnya tidak sekadar tempat belajar, tapi ruang untuk merdeka berpikir. Visi ini jauh melampaui zamannya, menjadi pondasi pemikiran pendidikan gender di Indonesia.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Redaksi
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro