Bisnis.com, JAKARTA – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa Israel tidak akan menyerahkan kendali atas Gaza di tengah tekanan internasional yang memaksanya melonggarkan blokade bantuan untuk menghindari krisis kelaparan yang semakin parah.
Melansir Reuters, Selasa (20/5/2025), militer Israel pada Senin memperingatkan warga Kota Khan Younis di Gaza selatan untuk segera mengungsi ke pesisir, jelang serangan “besar dan belum pernah terjadi sebelumnya” sebagai bagian dari operasi baru yang diumumkan sejak Jumat.
Lewat pesan video, Netanyahu menyatakan bahwa “kemenangan penuh” hanya akan dicapai bila 58 sandera yang masih ditahan Hamas dibebaskan dan kelompok militan Palestina itu dihancurkan sepenuhnya.
Di saat yang sama, truk-truk bantuan mulai bergerak menuju Gaza utara setelah tekanan internasional memaksa Israel mencabut sebagian blokade yang diberlakukan sejak Maret lalu.
Israel berkeras bahwa bantuan sering diselewengkan oleh Hamas—klaim yang dibantah kelompok tersebut. Negara-negara Eropa seperti Prancis, Jerman, dan Inggris menilai kondisi kemanusiaan di Gaza sudah melewati batas. Bahkan dukungan dari Amerika Serikat—sekutu utama Israel—tampak mulai goyah.
Netanyahu mengakui bahwa sejumlah senator AS yang selama ini menjadi sekutu dekat telah memperingatkan bahwa potret kelaparan di Gaza bisa mengikis dukungan vital bagi Israel dan menyeretnya ke “garis merah.”
Baca Juga
“Untuk meraih kemenangan, kita harus mencari jalan keluar dari krisis ini,” kata Netanyahu—pesan yang ditujukan pada kubu ultranasionalis di pemerintahannya yang keras menolak pemberian bantuan ke Gaza.
PBB menegaskan bahwa setidaknya 500 truk bantuan dan barang komersial dibutuhkan setiap hari. WFP mencatat lebih dari 116.000 ton makanan telah siap didistribusikan—cukup untuk memberi makan satu juta orang selama empat bulan.
Namun, hingga kini belum jelas berapa banyak bantuan yang akan diizinkan masuk serta bagaimana distribusinya, terutama karena rencana AS untuk melibatkan kontraktor swasta mendapat penolakan dari PBB dan lembaga kemanusiaan.
Militer Israel menyebut lima truk telah melintasi perbatasan pada Senin, sementara pejabat PBB menyebut sembilan truk telah diberi izin masuk—jumlah yang oleh Kepala Bantuan PBB Tom Fletcher disebut “tetesan di lautan.”
Sebuah lembaga baru, Gaza Humanitarian Foundation, ditargetkan mulai beroperasi akhir Mei sebagai bagian dari inisiatif AS. Sumber menyebut lembaga ini telah mengantongi komitmen dana lebih dari US$100 juta, meski belum jelas dari mana asalnya.
Juru bicara militer Israel, Nadav Shoshani, mengatakan pencapaian distribusi harian dalam skala besar membutuhkan waktu dan keputusan akhir ada di tangan otoritas politik.
Operasi Rahasia
Dalam delapan hari terakhir, serangan Israel telah menewaskan lebih dari 500 orang. Pada Senin saja, sedikitnya 40 orang dilaporkan tewas, termasuk tujuh korban di sebuah sekolah pengungsi di Nuseirat dan tiga lainnya di Deir Al-Balah.
Militer Israel mengklaim telah menggempur 160 target, termasuk infrastruktur bawah tanah dan tempat penyimpanan senjata, dalam operasi bertajuk “Kereta Perang Gideon.”
Di Khan Younis, pasukan Israel yang menyamar sebagai pengungsi dilaporkan menewaskan Ahmed Sarhan, komandan kelompok militan Popular Resistance Committees yang bersekutu dengan Hamas.
Sementara itu, peluang terwujudnya gencatan senjata semakin menipis. Gedung Putih menyatakan Presiden Trump terus menjalin komunikasi dengan kedua pihak, namun sumber di Israel dan Hamas menyebut pembicaraan tak langsung di Qatar belum membuahkan hasil.
Mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant menilai keberadaan Hamas di Gaza menunjukkan kegagalan strategis Israel, serta ketidaksiapan pemerintah dalam merancang masa depan wilayah itu.
Netanyahu mengatakan pembahasan gencatan senjata mencakup pertukaran sandera, serta usulan penghentian perang dengan syarat pengasingan militan Hamas dan demiliterisasi Gaza—syarat yang selama ini ditolak Hamas.
Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri menyalahkan Israel atas macetnya negosiasi dan memperingatkan bahwa eskalasi militer akan menjadi “vonis mati” bagi para sandera yang tersisa.
Serangan udara dan darat Israel telah menghancurkan Gaza, menewaskan lebih dari 53.000 orang dan memaksa hampir seluruh penduduk mengungsi, menurut data otoritas kesehatan Gaza.