Bisnis.com, JAKARTA -- Menteri BUMN Erick Thohir menemui Jaksa Agung ST Burhanuddin, Selasa (18/2/2025) kemarin. Pertemuan antara Erick Thohir dengan Jaksa Agung berlangsung di tengah polemik 'pasal kebal hukum' di revisi Undang-undang No.19/2003 tentang BUMN.
Sayangnya, Erick Thohir tidak mau banyak bicara pada waktu itu. Dia memilih bungkam dan hanya tersenyum ketika awak media mengonfirmasi seputar isu pembentukan Danantara hingga pasal-pasal kebal hukum di UU BUMN.
Amandemen UU BUMN sendiri telah disahkan. Namun, proses pembahasan UU BUMN cenderung tertutup. Apalagi, DPR belum mengungkap draf final UU BUMN yang telah diparipurnakan awal bulan kemarin.
Kejadian ini mengingatkan kepada peristiwa pengesahan UU Cipta Kerja, yang setelah diparipurnakan mengalami perubahan frasa hingga penambahan dan pengurangan jumlah pasal berkali-kali. Sementara itu, sejumlah anggota DPR yang dimintai konfirmasi Bisnis bahkan mengaku tidak memegang draf amandemen UU BUMN terbaru.
Bisnis telah memeriksa 3 draf UU BUMN masing-masing tanggal 3 September 2023, tanggal 16 Januari 2025, dan 4 Februari 2025 (hasil paripurna).
Hasil pemeriksaan terhadap ketiga draf tersebut menunjukkan adanya perubahan frasa dan makna di Pasal 9 F amandemen UU BUMN. Versi 3 September 2023, pasal tersebut masih mencantumkan frasa anggota direksi, komisaris, hingga pengawas BUMN dapat dimintai pertanggungjawaban hukum, jika memenuhi kriteria tertentu.
Kriteria itu berlaku jika direksi dan tetek bengek-nya tidak dapat membuktikan bahwa kerugian BUMN bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan tujuan BUMN, conflict of interest, hingga mengambil tindakan untuk mencegah timbulnya kerugian.
Menariknya, pada pembahasan daftar inventarisasi masalah alias DIM yang kemudian menghasilkan draf UU tanggal 16 Januari 2025, pemerintah mengusulkan perubahan frasa dapat diminta pertanggungjawaban hukum menjadi tidak dapat dimintai ganti kerugian investasi.
"Mengubah frasa 'dapat dimintai pertanggungjawaban hukum' menjadi ‘tidak dapat diminta ganti kerugian investasi’," demikian bunyi usulan pemerintah dalam DIM tersebut.
Namun demikian, setelah dilakukan pembahasan, baik pemerintah maupun DPR, kemudian sepakat mengganti frasa dapat dimintai pertanggungjawaban hukum menjadi tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian jika dapat membuktikan. Perubahan frasa inilah yang kemudian tercantum dalam draf UU yang diparipurnakan DPR.
Pasal 'Kebal Hukum' UU BUMN hasil revisi
Substansi | UU Exsting | DIM RUU BUMN | Hasil Paripurna |
Modal BUMN | Bagian dari kekayaan negara yang dipisahkan | Modal milik BUMN | Modal milik BUMN |
Kerugian BUMN | - | Kerugian BUMN bukan kerugian Negara | Kerugian BUMN bukan kerugian Negara |
Direksi - Komisaris | - | Bukan Penyelenggara Negara | Bukan Penyelenggara Negara |
Tugas BPK | BPK berwenang melakukan pemeriksaan terhadap BUMN |
Laporan keuangan diperiksa akuntan publik Audit Danantara Audit PDTT BUMN harus persetujuan DPR. |
Laporan keuangan diperiksa akuntan publik Audit Danantara Audit PDTT BUMN harus persetujuan DPR. |
Pertanggungjawaban Hukum |
Anggota direksi, komisaris, hingga pengawas BUMN dapat dimintai pertanggungjawaban hukum, jika memenuhi kriteria tertentu. Usulan pemerintah: ‘tidak dapat diminta ganti kerugian investasi’ |
Tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian jika dapat membuktikan. |
Sumber: UU No.19.2003, DIM 16 Januari 2025, draf UU 4 Februari 2025
Adapun, keberadaan Pasal 3 F menambah daftar panjang pasal 'kebal hukum' di UU BUMN. Sebelumnya, Bisnis juga telah mencatat UU BUMN memberikan berbagai macam proteksi berlapis mulai dari perombakan status modal, proses audit, hingga pernyataan bahwa kerugian BUMN bukanlah kerugian negara.
"Modal dan kekayaan BUMN merupakan milik BUMN dan setiap keuntungan atau kerugiannya bukan merupakan keuntungan atau kerugian negara," demikian tertulis dalam penjelasan pasal 4B yang dikutip Bisnis, dalam draf UU BUMN tertanggal 4 Februari 2025, yang dikutip Selasa (17/2/2025).
Keberadaan pasal mengenai kerugian BUMN dan status direksi, komisaris hingga dewan pengawas yang bukan penyelenggara negara, mempersempit ruang bagi otoritas penegakan hukum untuk bergerak jika terjadi kasus fraud dalam proses investasi atau pengelolaan BUMN.
Padahal, baik dalam UU BUMN existing maupun UU hasil revisi, modal maupun UU BUMN yang telah disahkan oleh paripurna, bersumber dari APBN salah satunya melalui penyertaan modal negara alias PMN.
Kendati demikian, dalam UU baru tersebut, ada perubahan besar dalam paradigma mengenai modal di BUMN. UU existing, terutama di Pasal 4, menegaskan bahwa modal BUMN adalah berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Salah satunya melalui penyertaan modal negara alias PMN.
Ketentuan mengenai sumber lain dalam struktur modal BUMN dalam UU Existing terdapat dalam pasal mengenai privatisasi, misalnya pasal 74 ayat 1a yang secara eksplisit mengatur bahwa tujuan privatisasi adalah memperluas kepemilikan masyarakat di perusahaan Persero.
BPK Harus Izin DPR
Selain perubahan status modal, amandemen Undang-undang No.19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) versi draf paripurna tanggal 4 Februari 2025, memberi mandat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa Badan Pengelola Investasi atau BPI Danantara.
Namun demikian, beleid baru yang segera berlaku itu memangkas kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam memeriksa laporan keuangan BUMN.
Beleid yang memangkas kewenangan lembaga auditor negara itu tertuang dalam Pasal 71 ayat 1. Pasal itu menekankan bahwa pemeriksaan keuangan tahunan perseroan dilakukan oleh akuntan publik yang penetapannya melalui mekanisme rapat umum pemegang saham alias RUPS.
Padahal jika mengacu kepada UU existing terutama Pasal 71 ayat 1, pemeriksaan laporan keuangan perseroan dilakukan oleh auditor eksternal yang ditetapkan melalui RUPS. Auditor eksternal, salah satunya adalah BPK.BPK selama ini bisa melakukan audit pemeriksaan laporan keuangan, laporan kinerja, hingga penyusunan audit Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu alias PDTT terhadap BUMN.
Namun dalam beleid yang baru diparipurnakan pekan lalu itu, BPK hanya diberikan kewenangan untuk melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu alias PDTT, itupun harus berdasarkan permintaan DPR. Pemeriksaan PDTT adalah pemeriksaan yang ditujukan khusus diluar pemeriksaan keuangan reguler.
"Pemeriksaan dengan tujuan tertentu hanya dapat dilakukan atas permintaan alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN," demikian tulis draf RUU BUMN versi 4 Februari 2025, dikutip Kamis (13/2/2025).
Adapun, dalam beleid baru yang tinggal menunggu penomoran dari istana itu, ditegaskan bahwa akuntan publik yang berwenang untuk memeriksa laporan keuangan BUMN harus yang telah terdaftar di BPK. Selain itu, BPK juga tetap diberi mandat untuk memeriksa keuangan Badan Pengelola Investasi alias BPI Danantara.
Hal itu tertuang dalam Pasal 3K yang berbunyi: "Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Badan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Tetap Usut Fraud BUMN
Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan bakal tetap mengusut kasus korupsi terkait BUMN meskipun dinyatakan bukan sebagai kerugian negara.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan pengusutan itu dilakukan jika ditemukan fraud pada perusahaan plat merah tersebut.
"Iya kalau fraud kan tetap bakal diusut. Kalau dia masuknya persangkaan tipikor ya itu tugas APH, bukan hanya kejaksaan, ya KPK, Polri," ujar Harli di Kejagung, Selasa (18/2/2025).
Meskipun demikian, Harli menekankan bahwa pihaknya saat ini masih mempelajari aturan BUMN tersebut untuk memastikan langkah atau tindakan selanjutnya.
Di samping itu, menurutnya, aturan baru ini harus dikoordinasikan juga dengan kementerian atau aparat penegak hukum lainnya. "Dan saya kira perlu ada lintas departemen yang harus membahas itu karena itu kan perubahan undang-undang kan. Nah, nanti bagaimana lintas kementerian itu membahas itu perlu," jelasnya.
Adapun kepolisian juga menegaskan aturan soal kerugian BUMN bukan lagi menjadi kerugian negara tidak mempengaruhi proses penindakan korupsi.
Kepala Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Kepolisan RI (Kakortastipidkor Polri) Irjen Cahyono Wibowo mengatakan pihaknya tetap akan menindak pejabat BUMN yang terindikasi memiliki niat kejahatan hingga fraud dalam aktivitasnya.
"Jadi bukan kebal hukum. Artinya cara pandang kita terhadap fakta ya, suatu fakta yang terjadi di dalam kegiatan aktivitas BUMN itu kalau memang ada suatu peristiwa yang menggambarkan adanya suatu niat jahat, [maka] konsekuensi terhadap peristiwa tersebut kita pandang sebagai sebuah perbuatan korupsi," ujarnya di Mabes Polri, Kamis (13/2/2025).
Meskipun begitu, Cahyono menyatakan bahwa aturan ini merupakan angin baru dalam penindakan hukum terkait perusahaan plat merah tersebut. Pasalnya, jika memang tidak ada niat jahat atau indikasi korupsi maka kerugian negara di BUMN bisa dipandang sebagai kerugian bisnis atau perusahaan.
"Nah aturan ini bahwa kalau memang tidak terjadi sesuatu yang kita pandang sebagai adanya niat jahat dan ini kami kategorikan sebagai kerugian transaksi biasa," pungkasnya.