Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sambangi KPK, Bos LKPP Ungkap E-Katalog Versi Terbaru Bisa Deteksi Dini Korupsi

Kepala LKPP Hendrar Prihadi mengatakan e-katalog versi terbaru sudah memenuhi rekomendasi KPK agar bisa mendeteksi secara dini potensi korupsi.
Kepala LKPP Hendrar Prihadi menyambangi KPK untuk berbincang soal sistem pengadaan barang dan jasa, Senin (20/1/2025)/Bisnis-Dany Saputra.
Kepala LKPP Hendrar Prihadi menyambangi KPK untuk berbincang soal sistem pengadaan barang dan jasa, Senin (20/1/2025)/Bisnis-Dany Saputra.

Bisnis.com, JAKARTA -- Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Hendrar Prihadi mengunjungi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedua lembaga tersebut berkoordinasi terkait dengan sistem E-Katalog terbaru yakni versi ke-6. 

Saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Senin (20/1/2025), Hendrar menyebut Ketua KPK Setyo Budiyanto serta jajarannya memberikan catatan kepada LKPP berkaitan dengan sistem E-Katalog terbaru sekaligus kebijakan pengadaan barang dan jasa secara luas.

Khusus terkait dengan E-Katalog terbaru, Hendrar mengatakan bahwa sistem pengadaan berbasis elektronik itu sudah memenuhi rekomendasi KPK agar bisa mendeteksi secara dini potensi korupsi. Aspek terbaru dalam E-Katalog yang dimaksud olehnya ada fitur e-audit. 

"Di versi enam ini, fitur e-audit ini sudah ada, di mana ada empat transaksi yang biasanya punya potensi ke arah korupsi itu terdeteksi," ungkapnya di Jakarta, Senin (20/1/2025). 

Kendati demikian, pria yang juga mantan Wali Kota Semarang itu menuturkan, pengoperasian E-Katalog itu juga tetap memerlukan pelibatan inspektorat di masing-masing kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. 

Pada diskusi antara LKPP dan KPK tadi, Hendrar menyebut kedua lembaga sepakat bahwa peran inspektorat di seluruh institusi perlu lebih aktif dalam pencegahan korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa itu. 

"Tapi memang kendalanya mesti melibatkan inspektur di masing-masing kementerian/lembaga, pemerintah daerah. Tadi kita diskusi gimana caranya inspektorat bisa lebih aktif untuk bisa melakukan pencegahan di titik-titik awal," ungkap pria yang akrab disapa Hendi itu. 

Adapun dalam catatan KPK, tindak pidana korupsi berkaitan pengadaan barang dan jasa menempati urutan kedua terbesar setelah gratifikasi/suap. Lembaga antirasuah mencatat 2004-2023, jumlahnya mencapai 339 kasus. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper