Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia bakal ikut mengawasi ancaman Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengenakan tarif impor tinggi kepada negara-negara tetangganya seperti Meksiko dan Kanada.
Sekadar informasi, Trump belum lama ini mengumumkan rencananya mengenakan tarif pada produk impor dari Meksiko dan Kanada sebagai balasan atas masuknya obat-obatan ilegal dan imigran ke perbatasan AS. Sebelumnya, pengusaha real estate itu juga turut menambah tarif impor produk dari China.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah RI bakal ikut mengawasi ancaman Trump kepada negara-negara tersebut. Meski tak berdampak ke Indonesia, hasil negosiasi Trump dengan negara-negara tersebut nantinya akan menjadi perbandingan untuk relasi AS-Indonesia.
"Paling penting mungkin kita melihat bagaimana negosiasi Amerika, Meksiko dan Kanada. Evaluasi daripada NAFTA [North American Free Trade Agreement/Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara]. Jadi kita lihat dari situ menjadi benchmark dari kerja sama kita," jelasnya usai Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI), Jumat (29/11/2024).
Menurut Airlangga, ancaman tarif Trump ke dua negara itu tak berpengaruh ke Indonesia. Hal itu karena rencana tarif kepada Meksiko ditujukan kepada industri otomotif yang dinilai mengganggu industri otomotif AS.
"Jadi banyak komponen dan banyak investasi China masuknya dari Meksiko. Sehingga itu yang dianggap penting bisa mengganggu industri otomotif di Amerika," terangnya.
Baca Juga
Sementara itu, lanjut Airlangga, Indonesia tak terpengaruh lantaran bukan merupakan pemain yang bersaing di pasar industri otomotif. RI bersaing pada rantai pasoknya.
Misalnya, saat ini Indonesia tengah berfokus mempersiapkan diri untuk menjadi pemain besar dalam industri baterai kendaraan listrik dengan hilirisasi nikel.
"Jadi kalau di level daripada precursor, kemudian battery cell, saya lebih confident battery cell," terang Airlangga.
Di sisi lain, RI tetap mengantisipasi dampak kebijakan tarif Trump. Airlangga menyebut Indonesia sebelumnya sudah pernah berunding dengan AS terkait dengan fasilitas pembebasan tarif bea masuk impor itu ketika periode pertama pemerintahan Trump.
"Mungkin kita sih akan dorong [pengajuan GSP] karena kita statusnya sebagai country strategic partner, dan saat sekarang kita sudah menandatangani Four Pillars of Indo-Pacific Economic Framework [IPEF]," ucapnya.
Airlangga menilai positioning Indonesia kini sudah lebih baik apabila ingin berunding soal pembebasan tarif dimaksud, apalagi kini RI tengah berproses untuk aksesi keanggotaan OECD.