Deklarasi BRICS menyoroti pentingnya meningkatkan keamanan global melalui diplomasi, mediasi dan dialog inklusif. Meskipun mengakui perlunya menghormati kekhawatiran keamanan yang sah dan masuk akal dari semua negara, kelompok ini menekankan perlunya terlibat dalam upaya pencegahan konflik, termasuk dengan mengatasi akar permasalahannya.
“Kami menegaskan kembali keprihatinan kami atas memburuknya situasi dan krisis kemanusiaan di Wilayah Pendudukan Palestina, khususnya peningkatan kekerasan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Jalur Gaza dan Tepi Barat sebagai akibat dari serangan militer Israel,” bunyi deklarasi tersebut.
Kelompok tersebut juga mengatakan, operasi Israel telah menyebabkan pembunuhan massal dan cederanya warga sipil, pengungsian paksa dan kehancuran infrastruktur sipil secara luas.
Mereka menyerukan Hamas untuk segera membebaskan sandera Israel, dan Israel untuk segera menghentikan operasi militer dan menarik diri dari Gaza. Pengeboman dan invasi darat Israel ke Lebanon juga dikutuk, sementara sabotase terhadap ribuan perangkat komunikasi Hizbullah pada bulan September digambarkan sebagai “serangan teroris.”
Dokumen tersebut mengutuk “kehadiran militer asing ilegal” di Suriah, mengacu pada sekitar 800 tentara AS yang masih berada di negara tersebut meskipun bertentangan dengan keinginan Damacus, dan mengecam pemboman Israel terhadap konsulat Iran di ibu kota Suriah, yang menewaskan Brigadir Jenderal Iran Mohammad Reza. Zahedi dan delapan perwira militer Iran lainnya.
6. Ukraina
Baca Juga
Karena negara-negara BRICS telah mengadopsi kebijakan netralitas terkait konflik Rusia-Ukraina, deklarasi tersebut tidak membuat kelompok tersebut berkomitmen untuk mendukung kedua pihak. Sebaliknya, mereka menekankan bahwa semua negara harus bertindak secara konsisten sesuai dengan Tujuan dan Prinsip Piagam PBB dan mengakui usulan yang relevan untuk mediasi dan jasa baik yang bertujuan untuk penyelesaian konflik secara damai melalui dialog dan diplomasi.
Bahasa ini mirip dengan deklarasi yang dirilis bulan lalu oleh Brasil, China, dan selusin anggota lain dari kelompok 'Sahabat Perdamaian', yang menyerukan "penyelesaian yang komprehensif dan langgeng" untuk konflik tersebut.
Namun, Kyiv telah menolak semua proposal perdamaian kecuali proposalnya sendiri, yang menuntut Rusia membayar ganti rugi, memulihkan perbatasan Ukraina tahun 1991, dan menyerahkan pejabatnya untuk menghadapi pengadilan kejahatan perang - tuntutan yang ditolak oleh Moskow sebagai delusi.
Deklarasi KTT Kazan tidak terlalu memperhatikan krisis Ukraina, karena itu bukan isu utama bagi blok ekonomi tersebut, menurut Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov.
"Ya, ini adalah isu penting dalam agenda Rusia, tetapi itu jauh dari isu utama bagi BRICS. Hal itu tercermin persis seperti yang seharusnya dalam agenda BRICS," kata Peskov.