Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Setumpuk PR Tim Ekonomi Prabowo: Stagnasi Ekonomi, 'Deindustrialisasi' dan Informalitas Tinggi

Setumpuk pekerjaan rumah menanti tim ekonomi Prabowo Subianto mulai dari stagnasi ekonomi, deindustrialiasi dan informalitas tinggi.
Presiden RI Periode 2024-2029 Prabowo Subianto saat membacakan sumpah jabatan di gedung MPR RI, Minggu (20/10/2024). - Youtube Setpres RI
Presiden RI Periode 2024-2029 Prabowo Subianto saat membacakan sumpah jabatan di gedung MPR RI, Minggu (20/10/2024). - Youtube Setpres RI

Bisnis.com, JAKARTA -- Wajah-wajah lama mendominasi Tim Inti Ekonomi kabinet Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di tengah tuntutan untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi di angka 8%.

Wajah lama itu antara lain Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Bidang Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan.

Sementara itu di tingkat menteri non koordinator ada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Perkasa Roeslani, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia.

Selanjutnya ada Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, serta Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.

"Insya Allah kepercayaan, Amanah, dan tanggung jawab ini akan kami jalankan sebaik-baiknya, demi kepentingan rakyat, bangsa dan negara Indonesia," kata Airlangga dalam unggahan di akun media sosialnya.

Adapun rencananya, Prabowo akan melantik menteri-menteri tersebut pada hari ini Senin (21/10/2024) sekitar pukul 10.00 WIB. Pasca dilantik, tim ekonomi Prabowo ini akan bekerja untuk mengatasi sejumlah tantangan mulai dari stagnasi ekonomi hingga masalah pengangguran yang seperti jamur di musim hujan.

Prabowo sendiri tampaknya lebih banyak menitik beratkan pada isu-isu ‘perut’ dibandingkan gelimang status sebagai negara G20 yang berada di peringkat 16 ekonomi terbesar di dunia. Dia menyoroti banyaknya orang kelaparan, sekolah rusak, gizi buruk dan upaya berjibaku untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

“Kita merasa bangga bahwa kita diterima di kalangan G20, kita merasa bangga bahwa kita disebut ekonomi ke 16 terbesar di dunia, tapi apakah kita sungguh-sungguh paham dan melihat gambaran utuh dari keadaan kita?” ujarnya.

Tren Ekonomi

Adapun selama 10 tahun terakhir, dihitung sejak pemerintahan Presiden ke 7 Joko Widodo (Jokowi) berkuasa, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang terjebak di angka 5 persen. Tidak pernah mencapai 6 persen (year on year) apalagi 7 persen, angka yang sempat tercantum dalam target pada awal pemerintahannya dulu. 

Tren stagnasi ekonomi ini bisa menjegal ambisi Indonesia naik kelas ke negara maju dan berpotensi terjebak sebagai negara berpendapatan menengah alias middle income trap. Kalau itu terjadi, Indonesia akan ketinggalan dari negeri di kawasan Asia Tenggara lainnya, salah satunya Vietnam.

Vietnam adalah negara di Asia Tenggara yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup impresif. Sekadar catatan, pada kuartal 3/2024, negara Paman Ho itu mampu tumbuh di angka 7,4 persen. Sementara jika melihat tren pertumbuhan tahunan, Vietnam jauh lebih baik dibandingkan dengan Indonesia.

Pada tahun 2015 misalnya, pertumbuhan ekonomi Vietnam jika mengacu data Bank Dunia, berada di angka 7 persen. Pada 2016 sempat melambat di angka 6,7 persen, namun naik lagi pada tahun 2017 menjadi 6,9 persen.

Sejak saat itu, tren pertumbuhan ekonomi Vietnam berada di atas level 7 persen. Tahun 2018 mampu tumbuh di angka 7,5 persen dan tahun 2019 berhasil tumbuh di angka 7,4 persen.

Perlu dicatat, tahun 2018 dan 2019, dunia mengalami ketidakpastian. Pemicunya adalah kebijakan pemerintahan presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang mengobarkan perang dagang alias trade war dengan China. Vietnam dapat momentum pengalihan investasi AS dari China.

Kendati demikian, ekonomi Vietnam sempat terpuruk ketika pandemi Covid-19 menerjang. Pada tahun 2020, ekonomi Vietnam hanya mampu tumbuh di angka 2,9 persen, turun lagi pada 2021 sebanyak 2,6 persen. Namun pada tahun 2022, seiring relaksasi kebijakan pandemi, pertumbuhan ekonomi Vietnam jauh lebih atraktif, tembus ke angka 8 persen. 

Capaian ini lagi-lagi di atas Indonesia. Pada tahun 2022 lalu, pun sudah didukung oleh lonjakan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya di angka 5,3 persen. Angka itu merupakan capaian paling tinggi selama pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Sementara itu, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015-2024 (target) hanya di kisaran 4,2-an persen. Jauh lebih rendah dibandingkan dengan Vietnam yang rata-ratanya mencapai 7 persen. 

Manufaktur Rontok, Informal Dominan 

Tren stagnasi ekonomi Indonesia yang hanya tumbuh di angka 5 persen dipicu oleh banyak aspek salah satunya tren kinerja sektor manufaktur. Jika melihat struktur pertumbuhan ekonomi, kontribusi manufaktur terhadap produk domestik bruto hanya di kisaran 18,6 persen.

Angka ini memang lebih baik dibandingkan kontribusi manufaktur ke PDB pada 2022 yang hanya 18,3 persen. Namun demikian, angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2021 yang mencapai angka 19 persen. Secara teoritik, Indonesia sedang berada fase deindustrialisasi atau penurunan kontribusi industi pengolahan alias manufaktur terhadap PDB.

Penurunan kontribusi tersebut tentu menjadi alarm dini, pasalnya manufaktur adalah penyumbang utama PDB Indonesia. Selain itu, jika melihat benchmark, di level internasional, negara dengan struktur manufaktur yang mapan, cenderung memiliki ekonomi yang jauh lebih stabil, ketimbang negara-negara yang menggantungkan perekonomiannya dari sisi komoditas.

Indonesia, sejauh ini masih sangat tergantung dengan komoditas. Kinerja perekonomian tahun 2022 lalu mengonfirmasi keterkaitan antara kenaikan harga komoditas dengan capaian pertumbuhan 5,3 persen. Kontribusi pertambangan ke PDB naik, sementara manufaktur tertekan.

Dampak paling terasa dari menurunnya kinerja manufaktur adalah jumlah pekerjanya yang fluktuatif bahkan cenderung turun. Pada Agustus 2019 misalnya, jumlah pekerja sektor manufaktur menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 14,96 persen, kemudian turun menjadi 13,61 persen pada Agustus 2020 (efek pandemi). Agustus tahun 2021 jumlah pekerja manufaktur naik menjadi 14,26 persen.

Namun demikian, pada tahun Agustus 2022, kontribusi manufaktur ke total jumlah pekerja di Indonesia turun menjadi 14,17 persen. Kontribusi manufaktur terus terkoreksi pada tahun Agustus 2023 tersisa 13,83 persen. Pada Agustus 2023 total orang Indonesia yang bekerja mencapai 139,85 juta orang. Itu artinya saat ini orang yang bekerja di sektor manufaktur hanya 19,34 juta orang.

Yang menarik dari struktur pekerja di Indonesia itu adalah adanya dominasi sektor informal yang cukup besar. Pada Februari 2024 jumlah pekerja informal mencapai 59,17 persen. Sementara pekerja formal hanya sebesar 40,83 persen.

Memang ada tren penurunan pekerja informal dibandingkan Februari 2023 yang sebanyak 59,31 persen dan Februari 2022 sebesar 59,97 persen.

Di sisi lain, harus diakui bahwa Indonesia telah naik kelas sebagai negara berpenghasilan menegah atas atau upper middle income country. Pendapatan per kapita penduduk Indonesia rata-rata di angka US$4.919,7.

Meski demikian, pembenahan harus dilakukan. Selain itu, pernyataan Presiden Prabowo di depan parlemen saat pelantikan kemarin menarik dicermati: “Kita tidak boleh memiliki sikap seperti burung unta, kalau melihat sesuatu yang tidak enak memasukkan kepalanya ke dalam tanah, mari kita menatap ancaman dan bahaya dengan gagah marilah kita menghadapi kesulitan dengan berani,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper