Bisnis.com, JAKARTA -- Kompromi di tingkat legislatif menunjukkan tren konsolidasi politik di tengah semakin gencarnya wacana pertemuan antara presiden terpilih Prabowo Subianto dengan Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri.
Sekadar informasi, negoisasi politik di tingkat legislatif berlangsung mulus dan nyaris tanpa penolakan. Semua partai politik sepakat penentuan pimpinan DPR dengan mekanisme yang diatur dalam Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD alias UU MD3. Partai pemilik suara paling banyak kemudian berhak menduduki jabatan sebagai ketua DPR.
Alhasil Puan Maharani, politikus PDIP, ditetapkan sebagai Ketua DPR. Sementara wakilnya adalah Sufmi Dasco Ahmad (Gerindra), Adies Kadir (Golkar), Saan Mustopa (Nasdem), dan Cucun Ahmad Syamsurijal (PKB). Penetapan Puan sebagai Ketua DPR untuk periode kedua berlangsung pada hari Selasa (1/10/2024).
Puan dalam pidatonya seusai dilantik sebagai Ketua DPR mengakui pentingnya kebersamaan. Dia mendorong kerja bersama, gotong royong, dan membangun komunikasi yang baik lintas fraksi, lintas komisi, dan badan AKD DPR RI untuk mencapai kebersamaan. "Kebersamaan bukan berarti semua serba sama akan tetapi titik temu yang sama bagi mewujudkan kepentingan bangsa dan negara," ungkap Puan dilansir dari Antara.
Setali tiga uang, pada Kamis (3/10/2024) kemarin, MPR juga memiliki pimpinan baru. Dia adalah Ahmad Muzani yang notabene Sekretaris Jenderal alias Sekjen Gerindra. Muzani menggeser posisi Bambang Soesatyo, politikus Golkar yang jabatannya sebagai Ketua MPR berakhir sejak pelantikan berlangsung. Bertahannya Puan dan keberadaan Muzani menunjukkan bahwa lembaga di Senayan itu dipimpin oleh 2 partai politik yakni PDIP dan Gerindra.
Muzani akan didampingi oleh Wakil MPR yang jumlahnya sesuai dengan banyaknya fraksi di DPR dan 1 perwakilan DPD. Fraksi PDIP misalnya ada sosok Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul, Kahar Muzakir dari Golkar, Lestari Moerdijat (Nasdem), Rusdi Kirana (PKB), Hidayat Nur Wahid (PKS), Eddy Soeparno (PAN), Edhie Baskoro Yudhoyono (Demokrat), dan perwakilan dari DPD Abcandra Muhammad Akbar Supratman.
Baca Juga
Tugas MPR dalam proses transisi politik sangat strategis, jika mengacu kepada Pasal 4 UU MD3, MPR memiliki tugas untuk melantik presiden atau wakil presiden hingga memilih presiden wakil presiden jika keduanya mangkat atau diberhentikan. Adapun mekanisme pemberhentian presiden atau wakil presiden telah diatur dalam kostitusi dilakukan melalui usulan dari DPR yang untuk periode 2024-2029 diketuai Puan Maharani.
“Agenda kenegaraan yang penting setelah ini adalah kita akan segera melakukan tugas konstitusional kita yang penting yakni melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil Pemilu 2024 tanggal 20 Oktober hari Minggu,” tutur Muzani.
Muzani kemudian mendorong kerja sama yang baik antara seluruh anggota MPR, para pimpinan partai politik, dan seluruh fraksi agar pelaksanaan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden nanti sukses. Menurutnya, agenda pelantikan ini adalah suatu bukti bahwa Indonesia telah melangkah maju dalam melaksanakan demokrasi yang baik.
“Kita bangga bahwa demokrasi yang kita laksanakan di Indonesia adalah demokrasi pancasila, yakni demokrasi yang ber-ruh kebangsaan yang memuliakan, merawat keberagaman, dan membangun persatuan dalam keberagaman dan perbedaan, serta mewujudkan impian kebersamaan dalam rumah besar Indonesia, rumah besar Pancasila,” ucapnya.
Pernyataan Muzani itu sekaligus membantah rumor mengenai kemuningkinan MPR tidak melantik Gibran Rakabuming Raka. Gibran belakangan ini memang jarang muncul ke publik. Dia seolah tenggelam dan tidak menampakkan batang hidungnya pasca riuh kabar akun Fufufafa, yang menjadi bahan pergunjingan di media dan media sosial.
“Kita akan mendengarkan keputusan dari Komisi Pemilihan Umum, setelah itu pelantikan Presiden,” tutur Politikus Gerindra tersebut
Sementara itu, pengamat politik Universitas Al-Azhar Ujang Komaruddin mengungkapkan proses penunjukkan Ketua DPR dan Ketua MPR yang nyaris tanpa hambatan menujukkan adanya kompromi di antara partai politik. Menurutnya baik itu di kalangan Koalisi Indonesia Maju alias KIM Plus maupun PDIP sama-sama menarik keuntungan di balik negoisasi dan kompromi politik tersebut.
“Ketika pelantikan Puan yang berjalan aman, damai, lancar menjadi ketua DPR. Maka disitulah saya berkeyakinan PDIP akan masuk pemerintahan Prabowo-Gibran,” ujar Ujang.
Ujang juga menanggapi tentang kemungkinan ujung dari kompromi di Senayan itu adalah penggalan pelantikan Gibran sebagai wakil presiden. Dia melihat bahwa potensi penjegalan itu tidak akan terjadi. Ujang bahkan cukup yakin Gibran yang notabene putra bungsu Presiden Jokowi itu tetap dilantik sebagai wakil presiden. “Cuma nanti kalau misalkan Gibran punya kasus yang banyak ke depan, atau nanti punya kasus pidana atau diturunkan di tengah jalan, ya kita enggak tahu.”
“Pasca pelantikan, kalau Gibran ada masalah ya, itu tentu dilihatnya dari perspektif hukum saja, hukum pidana dan hukum tata negara,” tukasnya.