Tidak ada Kontrak
KPK mencatat, ada dua kali pembayaran dari negara kepada PT PPM. Pertama, Rp10 miliar ketika belum ada kontrak atau surat pesanan. Kedua, Rp109 miliar yang diserahkan oleh Pusat Krisis Kesehatan.
Setelah itu, pada 28 Maret 2020, Budi Sylvana ditunjuk sebagai PPK dari Kemenkes menggantikan Eri Gunawan menggunakan surat bertanggal backdate sehari. Pada kesempatan yang sama, surat pesanan APD dari Kemenkes diterbitkan untuk sebanyak 5 juta set dengan harga US$48,4 per set.
Surat itu diteken oleh Budi, Taufik dan Satrio. Namun, KPK menyebut surat itu tidak mencantumkan spesifikasi pekerjaan, waktu pelaksanaan, pembayaran, serta hak dan kewajiban para pihak. Tidak hanya itu, surat yang hanya ditujukan kepada PT PPM juga ikut ditandatangani oleh PT EKI.
Adapun Kemenkes mencatat telah menerima 3.140.200 set APD PT PPM dari total 5.000.000 set yang dipesan sampai dengan 18 Mei 2020. Dari waktu pemesanan sampai dengan saat itu, telah dilakukan negosiasi antara Kemenkes dengan PT PPM untuk menurunkan harga.
Kedua pihak menyepakati negosiasi yakni 503.500 set APD yang dikirim dari periode 27 Apil sampai dengan 7 Mei 2020 dihargai sebesar Rp366.850 per set. Setelahnya, satu set APD akan dihargai Rp294.000.
Asep menuturkan, hasil audit final yang dilakukan BPKP menunjukkan adanya kerugian negara yang timbul akibat pengadaan APD itu senilai Rp319 miliar. Dia memastikan penyidik bakal menelusuri lebih jauh ke mana saja aliran uang tersebut.
Baca Juga
Pria yang pernah menjabat sebagai Kapolres Cianjur itu menuturkan, aliran dana korupsi tidak harus dinikmati oleh pribadi apabila mengacu pada UU Tipikor. Unsur memperkaya diri itu bisa juga menyasar kepada orang lain maupun korporasi.
"Yang tadi sudah di-state saa ahli kerugian negara sekitar Rp319 miliar. Ini kan tentu tidak diam di tiga orang [tersangka] ini," pungkasnya.