Bisnis.com, JAKARTA — PDI Perjuangan (PDIP) mengungkap alasan di balik pemecatan kadernya yang juga merupakan anggota DPR terpilih 2024–2029 dari Dapil Banten 1, Tia Rahmania.
Juru Bicara PDIP Chico Hakim mengatakan bahwa Tia sebelumnya memang sudah dipecat oleh partai.
Chico mengungkap bahwa pemecatan Tia bermula dari putusan Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu Provinsi Banten pada 13 Mei 2024, di mana delapan kecamatan di Dapil Banten 1 (Lebak-Pandeglang) terbukti bersalah melakukan tindak pelanggaran penggelembungan suara.
Perbuatan delapan PPK itu disebut menguntungkan Tia Rahmania.
Kemudian, pada 14 Agustus 2024, Mahkamah Partai PDIP menyidangkan kasus Tia Rahmania dan Rahmad Handoyo dari Dapil Jateng V. Mahkamah Partai memutus keduanya terbukti melakukan penggelembungan suara dan melanggar kode etik dan disiplin partai.
Sekitar dua pekan setelahnya, DPP PDIP mengirimkan surat beserta hasil persidangan Mahkamah Partai ke KPU. Hal itu lantaran Tia menjadi salah satu anggota DPR terpilih untuk lima tahun ke depan dari Dapil Banten 1.
Baca Juga
Adapun pada 3 September 2024, Mahkamah Etik/Badan Kehormatan PDIP melalui sidang etik akhirnya memberhentikan Tia Rahmania dan Rahmad Handoyo atas pemindahan perolehan suara partai ke perolehan suara pribadi.
"Mahkamah Etik memutus keduanya bersalah dan menjatuhkan hukuman pemberhentian," ujarnya kepada Bisnis melalui keterangan tertulis, Kamis (26/9/2024).
Sebagai konsekuensi pemecatan Tia dan Rahmad sebagai kader, DPP pada 13 September 2024 mengirimkan surat pemberhentian keduanya kepada KPU. Lalu, 10 hari setelahnya atau 23 September KPU merilis Keputusan KPU 1206/2024 tentang penetapan calon terpilih anggota DPR.
Artinya, kehadiran Tia pada acara pembekalan untuk anggota DPR terpilih oleh Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) berada pada hari yang sama SK KPU itu diterbitkan di situs resmi.
Untuk itu, Chico pun memastikan tidak ada kaitan antara kritik terbuka Tia di acara tersebut ke Ghufron dengan pemecatannya.
"Sama sekali tidak [ada hubungannya, red]," lanjut Chico.
Sebagai informasi, lanjutnya, Mahkamah Partai menyidangkan total 180 kasus perselisihan perolehan suara dan pelanggaran kode etik dan disiplin partai.
Kasus yang disidangkan terjadi di level DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi dan DPR RI.
"Dari 180 kasus, ada 11 perkara yang dikabulkan, antara lain untuk DPR RI Bonnie Triyana di Dapil Banten I dan Didik Hariyadi di Dapil V Jateng," pungkas Chico.
Untuk diketahui, nama Tia belakangan ini menjadi sorotan usai mengkritik Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron secara langsung di tengah pemaparan materi yang disampaikan olehnya untuk anggota DPR terpilih, Senin (23/9/2024).
Pada hari yang sama, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerbitkan keputusan bahwa Tia tidak lagi menjadi anggota DPR terpilih berdasarkan Surat Keputusan (SK) KPU No.1368/2024.
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Tia Rahmania menginterupsi Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat sesi pembekalan yang digelar oleh Lemhannas, Senin (23/9/2024).
Pada saat interupsi disampaikan ke forum, Ghufron sebagai pemateri tengah menjelaskan soal jenis-jenis korupsi. Dia menyebut tiga jenis korupsi yaitu petty corruption, grand corruption serta political corruption atau state capture corruption.
Ghufron pun mempersilahkan Tia untuk menyampaikan pendapatnya. Caleg DPR PDIP dari daerah pemilihan (dapil) Banten I itu mengaku ada konflik batin pada dirinya saat mendengarkan pemaparan dari salah satu pimpinan KPK itu.
Dengan mengenakan jaket berlogo KPK, Tia mengkritik Ghufron atas materi yang disampaikan kepada para caleh terpilih.
"Kenapa saya tidak membuka jaket ini? Karena KPK lembaga yang didirikan presiden ke-5 republik Indonesia, ketua umum kami. Pak Nurul Ghufron yang terhormat, daripada bapak bicara yang teori seperti ini, kita semua tahu pak negara ini dalam kondisi tidak baik-baik saja," ujarnya, dikutip dari YouTube Lemhannas, Selasa (24/9/2024).
Tia lalu mengungkit kasus etik Ghufron yang belum lama ini diputus oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Untuk diketahui, Dewas KPK melalui putusan etik menyatakan Ghufron telah menyalahgunakan pengaruhnya saat menghubungi Sekjen Kementan saat itu, Kasdi Subagyono, terkait dengan mutasi salah satu pegawai di kementerian tersebut.
"Mending bapak bicara kasus bapak gimana bapak bisa lolos dewas, dewan etik kemudian di PTUN sukses. Gimana kasus bapak memberikan rekomendasi kepada ASN, bagaimmana kasus-kasus bapak yang lain bisa lolos. Mohon maaf bapak bukan produk dari kami. Korupsi itu intinya etika dan moral pak," ujar Tia.