Bisnis.com, JAKARTA -- Nama aktor, Reza Rahadian menjadi buah bibir ketika ikut berorasi menolak pengesahan revisi Undang-undang Pilkada di depan Gedung DPR/MPR RI, Kamis (22/8/2024).
Aktor senior tersebut mengaku bahwa biasanya dirinya tidak ingin terlibat di dunia politik. Namun, menurutnya, saat Putusan MK yang merupakan hukum tertinggi dianulir dalam waktu sesingkat dan seenaknya, maka hal tersebut mengindikasikan Tanah Air tidak baik-baik saja.
"Itu memberikan indikasi bahwa memang tidak baik-baik saja," ujarnya di depan DPR.
Cucu Pejuang cum Jurnalis
Jika dirunut ke belakang, dunia politik sejatinya tidak terlalu asing bagi keluarga aktor Reza Rahadian. Ia adalah cucu pejuang sekaligus aktivis politik pada era Orde Lama, Francisca Fanggidaej. Francisca adalah tokoh yang cukup penting dalam sejarah aktivis perempuan. Namun pada saat kekuasaan Suharto, ia berstatus statetless, karena paspornya dicabut saat ia berada di Chile.
Francisca Fanggidaej seperti yang tertuang dalam buku autobiografinya 'Memoar Perempuan Revolusioner' lahir pada tanggal 16 Agustus 1925. Nama ayahnya adalah Gottlieb Fanggidaej. Nama itu dipakai karena mayoritas pendeta di kampung halamannya berasal dari Jerman. Sedangkan ibunya bernama Magda Mael. Mael kalau menurut dugaan Francisca berasal dari kata Ismail. Tapi itu hanya dugaannya.
Adapun di dalam tubuh Francisca mengalir darah asal daerah yang sekarang dikenal sebagai Nusa Tenggara Timur. Ayahnya berasal dari Pulau Rote. Pulau Rote terkenal melahirkan banyak intelektual. Sedangkan ibunya berasal dari Pulau Timor. Francisca lahir dari kalangan terpelajar. Ayahnya adalah mahasiswa sekolah dokter bumiputra atau School tot Opleiding Van Inlandsche Artscen (sekolah dokter bumiputra).
Baca Juga
Hanya saja, menurut Francisca, ayahnya tidak dapat menamatkan pendidikannya. Gottlieb dikeluarkan dari Stovia karena terlibat dalam aksi ketidakpuasan terhadap pemerintah Hindia Belanda. Sekadar catatan, Stovia menjadi salah lembaga penting dalam pergerakan nasional. Di sekolah ini muncul embrio gerakan untuk menentang kolonialisme. Budi Utomo adalah organisasi yang lahir dari para mahasiswa Stovia.
"Aksi tentang ketidakpuasan tentang apa dan kapan aku tidak begitu mengerti. Juga apakah ada hubungannya dengan 'Budi Utomo' aku juga tidak tahu," tulis Francisca.
Adapun Francisca selama menjadi aktivis di Indonesia telah terlibat dalam berbagai macam kemelut politik. Ia misalnya menjadi seorang penyiar radio yang mengabarkan Indonesia ke dunia internasional. Ita Fatia Nida ketika menulis pengantar buku tersebut bahkan mensejajarkan Francisca dengan sosok pejuang perempuan lainnya seperti SK Trimurti dan Maria Ulfah Soebadio.
Bedanya dengan dua tokoh tersebut, nama Francisca seperti hilang ditelan sejarah. Padahal peranannya dalam gerakan perempuan sangat signifikan. Ia misalnya, menjadi perempuan yang memberikan pidato untuk memberitahukan perjuangan Indonesia di konferensi Kolkata. Konferensi ini adalah salah satu embrio Konferensi Asia Afrika yang monumental itu.
Jauh sebelum itu Francisca juga bergabung dengan intelektual muda asal Maluku di Surabaya untuk membentuk diskusi-diskusi guna merumuskan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Aktivitas dalam dunia pergerakan itu membuat dia bertemu dengan berbagai macam etnis. Ia kemudian bergabung dengan Pemuda Sosialis Indonesia alias Pesindo. Pesindo kemudian berubah menjadi Pemuda Rakyat dan lekat dengan Partai Komunis Indonesia.
Nahas kedekatannya dengan Pesindo berbuah petaka ketika G30S. Ia kehilangan status kewarganegarannya karena kebijakan pemerintahan Suharto. Ia kemudian menetap, menjadi warga negara, dan meninggal di Belanda 2013 lalu.