Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan penyidikan perkara dugaan suap yang menyeret mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading Limited atau Petral, Bambang Irianto.
Hal itu diketahui dari pemanggilan sejumlah saksi terkait dengan perkara tersebut, Kamis (1/8/2024). Ada empat orang saksi yang dipanggil dalam perkara tersebut.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan bahwa kasus itu merupakan kasus yang sudah lama diusut lembaga antirasuah. Dia juga mengungkap ada perkara baru juga yang tengah diusut terkait dengan BUMN Migas itu.
"Yang lama masih berjalan dan juga ada yang baru," terang Alex, sapaannya, kepada Bisnis, dikutip Minggu (4/8/2024).
Adapun Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengemukakan bahwa pemanggilan empat orang saksi terkait dengan kasus itu masih seputar dugaan suap kegiatan perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte. Ltd.
Empat orang saksi yang dipanggil yaitu Cost Management Manager - Management Acct. Controller Pertamina Agus Sujiyarto, Manajer Market Analysis Development Anizar Burlian, Manajer Crude Product and Programming Comumercial Pertamina Cendra Buana Siregar serta Dirut PT Angrah Pabuaran Energy Lukma Neska.
Baca Juga
Tessa menyebut hanya satu saksi yang hadir yakni Cost Management Manager - Management Acct. Controller Pertamina Agus Sujiyarto. Sementara itu, tiga orang saksi lainnya berhalangan hadir karena sakit maupun sudah pensiun.
"Penyidik mendalami proses bisnis BBM di Pertamina [dari saksi yang hadir]," papar Tessa.
Berdasarkan catatan Bisnis, KPK menetapkan mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading Limited atay Petral Bambang Irianto sebagai tersangka. Bambang diduga menerima suap US$2,9 juta yang diterima sejak 2010 sampai dengan 2013.
Suap diduga diterima melalui rekening penampungan dari perusahaan yang didirikannya bernama SIAM Group Holding Ltd. yang berkedudukan di British Virgin Island, sebuah kawasan bebas pajak.
KPK menduga, uang suap itu atas bantuan yang diberikannya kepada pihak Kernel Oil terkait dengan kegiatan perdagangan produk kilang dan minyak mentah kepada Pertamina Energy Service (PES) atau PT Pertamina (Persero) di Singapura dan pengiriman kargo.
Bambang dalam perkara ini menggelar pertemuan dengan perwakilan Kernel Oil Pte. Ltd. (Kernel Oil) yang merupakan salah satu rekanan dalam perdagangan minyak mentah dan produk kilang untuk PES/PT Pertamina.
Pada saat itu, PES melaksanakan pengadaan serta penjualan minyak mentah dan produk kilang untuk kebutuhan PT Pertamina (Persero) yang diikuti oleh National Oil Company (NOC), Major Oil Company, Refinery, maupun trader.
Kemudian, pada periode tahun 2009 hingga Juni 2012, perwakilan Kernel Oil beberapa kali diundang dan menjadi rekanan PES dalam kegiatan impor dan ekspor minyak mentah untuk kepentingan PES/PT Pertamina.
Namun, tersangka Bambang selaku VP Marketing PES saat itu malah membantu mengamankan jatah alokasi kargo Kernel Oil dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah atau produk kilang.
Sebagai imbalannya, diduga Bambang Irianto menerima sejumlah uang yang diterima melalui rekening bank di luar negeri.
Tersangka Bambang juga diduga mendirikan SIAM Group Holding Ltd. yang berkedudukan hukum di British Virgin Island untuk menampung uang suap tersebut. Bambang bersama sejumlah pejabat PES diduga menentukan rekanan yang akan diundang mengikuti tender, yang salah satunya adalah NOC.
Namun, pada akhirnya pihak yang menjadi mengirimkan kargo untuk PES/PT Pertamina adalah Emirates National Oil Company (ENOC) yang diduga merupakan sebuah perusahaan bendera yang digunakan pihak perwakilan Kernel Oil
Diduga, perusahaan ENOC diundang sebagai kamuflase agar seolah-olah PES bekerjasama dengan NOC agar memenuhi syarat pengadaan, padahal minyak berasal dari Kernel Oil.
Tersangka Bambang diduga mengarahkan untuk tetap mengundang NOC tersebut meskipun mengetahui bahwa NOC itu bukanlah pihak yang mengirim kargo ke PES/PT Pertamina.
Atas perbuatannya, Bambang Irianto disangka melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.