Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi, membuka Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) atau International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy, di Hotel Shangri-La, Jakarta, pada Rabu (10/7/2024).
Konferensi ini digelar selama 2 hari, pada 10-11 Juli 2024, dan pada hari pertama dihadiri sebanyak 22 perwakilan negara asing di Jakarta, termasuk sejumlah duta besar.
Adapun duta besar itu di antaranya, Duta Besar Austria, Duta Besar Yordania, Duta Besar Romania, Duta Besar Spanyol, dan Duta Besar Uni Emirat Arab, dan Duta Besar Vatikan.
Selain itu, juga dihadiri perwakilan dari Kedutaan Besar (Kedubes) antara lain Kedubes Amerika Serikat (AS), Kedubes Inggris, Kedubes Belanda, Kedubes Malaysia, Kedubes Laos, dan Kedubes Filipina.
Retno mengatakan bahwa keberagaman harus dihormati, dan jangan sampai perbedaan agama menimbulkan vandalisme dan menimbulkan ketegangan.
Menurutnya, ini yang menjadi alasan Indonesia untuk aktif bekerja sama dengan komunitas internasional guna memperkuat toleransi.
Baca Juga
"Bhineka Tinggal Ika untuk menumbuhkan pemahaman lintas agama dan lintas budaya. Kita harus terus menjunjung prinsip ini saat kita menghadapi kompleksitas permasalahan global," katanya, saat membuka acara di Hotel Shangri-La Jakarta, pada Rabu (10/7/2024).
Kemudian, Menlu menegaskan bahwa Indonesia dengan sungguh-sungguh telah melibatkan para pemimpin agama global.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa dialog antaragama merupakan bagian penting dari diplomasi Indonesia.
"Kami memiliki 34 negara mitra dialog antaragama untuk berkolaborasi dalam mempromosikan literasi lintas budaya dan agama," ujarnya.
Menlu mengajak semua pihak untuk membangun dunia yang lebih baik melalui kolaborasi multiagama, menjadikan perbedaan sebagai kekuatan bukan kelemahan.
"Melalui dialog dan kolaborasi multi-agama, mari kita membangun dunia yang lebih baik dan damai," tambahnya.
Seperti diketahui, International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy digelar dengan tema "Multi-faith Collaborations in an Inclusive Society”, yaitu berfokus kepada pemahaman adanya kebutuhan yang semakin besar akan kolaborasi multiagama.