Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPK Antisipasi Perlawanan Karen Agustiawan di Kasus LNG, Berkaca dari Kasus di Kejagung

KPK menyebut sudah mengantisipasi upaya perlawanan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan atas kasus korupsi pengadaan LNG.
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta/ KPK
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta/ KPK

Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut sudah mengantisipasi upaya perlawanan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan atas kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau liquified natural gas (LNG) yang menjeratnya.

Pada konferensi pers, Kamis (4/7/2024), Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur mengaku pihaknya sudah mengantisipasi upaya banding Karen atas vonis sembilan tahun penjara atas kasus LNG.

Tidak hanya itu, Asep pun menyinggung soal argumentasi yang dibangun pihak terdakwa ihwal kasus LNG Pertamina murni proses bisnis atau bukan pidana.
Antisipasi yang disiapkan oleh pihak KPK juga berkaca kepada kasus lain yang sebelumnya menjerat Karen, yakni terkait dengan investasi Pertamina di Blok Baster Manta Gummy di Australia pada 2009.

Kasus itu ditangani Kejaksaan Agung. Pada perkara itu, Karen sempat divonis delapan tahun penjara, namun akhirnya lepas di tingkat kasasi.

"Memang kita juga sudah mengantisipasi dari perkara yang ditangani oleh Kejaksaan kalau tidak salah dan pada akhirnya di tingkat kasasi ya, itu kemudian dengan alasan proses bisnis dia menjadi lepas. Itu kita juga sudah bersiap-siap karena tentunya akan ada perlawanan dari saudara KA ini nanti mungkin di tingkat banding dan kasasi," ujar Asep, dikutip Jumat (5/7/2024).

Berdasarkan catatan Bisnis, pihak Karen menilai bahwa kasus LNG Pertamina bukanlah pidana. Mereka bahkan sempat menghadirkan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla di persidangan.

Pria yang akrab disapa JK itu turut mengamini pembelaan Karen bahwa kerugian negara itu murni proses bisnis.

Sebagai saksi meringankan, Wapres dua periode itu mengatakan pengadaan LNG di bawah kepemimpinan Karen mengacu pada kebijakan bauran energi nasional yakni Peraturan Presiden (Perpres) No.5/2006. Perpres itu diterbitkan saat JK menjabat sebagai pimpinan pemerintahan. 

Dia menyampaikan, kebijakan itu dibuat untuk jangka panjang sehingga mengatur adanya keseimbangan permintaan (demand) dan pasokan (supply). Dia mengamini perlunya tambahan pasokan LNG dari luar termasuk dengan mengimpor. Oleh karena itu, aksi korporasi Pertamina di bawah Karen saat itu merupakan murni proses bisnis. 

"Kalau dirut suatu perusahaan berbuat sesuai dengan pandangannya bisnis itu, dan ini untung bisnis ini, hanya ruginya dua tahun, kenapa musti yang dua tahun ini didakwakan? Harus jangka panjang ini [bisnisnya]," kata JK di luar ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024). 

Di sisi lain, mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan juga menyebut argumentasi yang dibangun pihak Karen bahwa kasus itu murni proses bisnis harus diuji.

Dia mengamini bahwa ada beberapa pihak yang menilai pengadaan LNG di bawah Karen dengan perusahaan AS Corpus Christie Liquefaction, LLC atau CCL itu sekadar aksi korporasi. Hal itu disampaikan Dahlan saat diperiksa KPK pada pengembangan perkara kasus LNG, Rabu (3/7/2024).

"Iya [perlu diuji] saya kira aset negara [atau] bukan aset negara, kekayaan negara [atau] bukan kekayaan negara, aksi korporasi [atau] bukan aksi, saya kira menarik," ujarnya kepada wartawan.

Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, KPK bakal mengajukan banding atas vonis hakim yang lebih ringan dari tuntutan jaksa. Mereka juga kini telah mengembangkan perkara LNG Pertamina dan menetapkan dua tersangka baru. Pihak Karen pun turut mengajukan banding.

Seperti diketahui, Karen divonis bersalah dan dijatuhi pidana penjara selama sembilan tahun sekaligus denda Rp500 juta atas kasus korupsi pengadaan LNG Pertamina 2011-2021 dengan CCL. Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 11 tahun dan denda Rp1 miliar. 

Lembaga antirasuah menyayangkan vonis majelis hakim terhadap Karen yang tidak menyertakan pidana uang pengganti setara sekitar Rp2,8 miliar itu.  Uang pengganti itu merupakan gaji yang diterima Karen dari perusahaan investasi asal Amerika Serikat (AS) Blackstone, yang merupakan pemegang saham Cheniere Energy, Inc. CCL merupakan anak usaha dari perusahaan energi itu. 

Dalam persidangan, tim penuntut umum KPK mendakwa Karen merugikan keuangan negara sebesar US$113,83 juta akibat kerja sama kontrak pengadaan LNG Pertamina dengan CCL. Dia juga didakwa memperkaya diri sendiri salah satunya dengan meminta posisi jabatan di Blackstone.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Editor : Muhammad Ridwan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper