Bisnis.com, JAKARTA--DPR mengkritisi keberadaan dan fungsi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi atau Dewas KPK yang saat ini lebih banyak mudharatnya dibandingkan manfaat.
Anggota Komisi III DPR RI, Benny K Harman menjelaskan bahwa usia Dewas KPK saat ini sudah menginjak 4 tahun, namun tidak ada kemajuan signifikan sama sekali terkait pemberantasan tindak pidana korupsi di KPK.
Padahal, menurut Benny, jika Dewas KPK bekerja secara maksimal, maka KPK bisa lebih ganas menggigit para pelaku korupsi di Indonesia.
"Apabila Dewas KPK menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh untuk membantu penguatan KPK, maka KPK bisa lebih kuat. Tetapix selama empat tahun ini, tidak ada peran signifikan yang dijalankan oleh Dewas KPK," tuturnya dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (5/6/2024).
Dia berpandangan bahwa dulu sebelum ada Dewas KPK, tugas dan wewenang KPK tidak berjalan secara maksimal. Kini, setelah ada Dewas KPK, tidak ada perubahan signifikan di KPK.
"Saya melihat, ketika tidak ada Dewas dulu, tugas dan wewenang KPK ini tidak jalan ya; tetapi setelah ada Dewas pun tambah tidak jalan. Maka pertanyaan saya kalau begitu, Dewas ini apa kerjanya," katanya.
Baca Juga
Selain itu, menurut Benny, Dewas KPK juga tidak pernah mengumumkan kinerjanya sejak dibentuk sampai saat ini, sehingga wajar dicurigai tidak bekerja.
"Kita miskin sekali informasi terkait tugas yang dilakukan Dewas. Sebetulnya itu yang ingin kami dapatkan, gambaran dan laporan Dewas," ujarnya.
Sulit Akses Data
Sementara itu, Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengaku kesulitan mengakses sejumlah dokumen penting karena aksesnya sudah ditutup oleh pemimpin KPK.
Pengakuan itu Tumpak sampaikan ketika rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu (5/6/2024).
"Dalam dua tahun terakhir ini akses kami untuk mendapatkan data-data itu juga sudah mulai sulit kami peroleh karena ada ketentuan di pimpinan KPK, pemberian dokumen atau data tertulis itu harus melalui persetujuan pimpinan KPK," ungkap Tumpak dalam rapat.
Sebelumnya, menurut Tumpak, selama ini Dewas selalu meminta sejumlah dokumen penting kepada deputi tanpa perlu persetujuan pimpinan KPK. Meski demikian, kini harus melalui persetujuan pimpinan KPK.
"Selama ini kami bisa minta saja kepada deputi, 'Tolong kami minta, sekjen tolong kami minta', dikasih. Tapi 2 tahun terakhir ini, itu sudah ditutup, harus melalui pimpinan KPK. Kami merasa itu suatu kendala," jelasnya.
Lebih lanjut, Tumpak mengungkapkan Dewas menerima 19 laporan pengaduan kode etik kepada pegawai dan pimpinan KPK hingga selama 2023-2024. Meski demikian, yang disidangkan hanya empat laporan karena memenuhi bukti yang cukup.
Hasilnya, Dewas menjatuhkan satu sanksi ringan, satu sanksi sedang, dan sembilan sanksi berat. Sanksi-sanksi tersebut diberikan kepada dua pimpinan KPK dan 97 pegawai.
Tumpak menyimpulkan, 97 pegawai yang kena sanksi etik masih cenderung rendah dibandingkan jumlah seluruh pegawai KPK sebanyak 1.801 orang. Sedangkan jumlah dua pimpinan KPK yang kena sanksi etik cukup besar karena seluruh pimpinan KPK hanya lima orang.