Bisnis.com, JAKARTA – Pakar kepemiluan dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyambut baik putusan sengketa hasil Pileg 2024 oleh Mahkamah Konstitusi (MK) terkait keterwakilan perempuan minimal 30% di parlemen.
Titi menyebut bahwa putusan No. 125-01-08-29/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 itu berhasil menegaskan konstitusionalitas atas afirmasi keterwakilan perempuan dalam pencalonan pemilu DPR dan DPRD.
“Putusan MK ini mengakhiri polemik akibat pelanggaran pengaturan yang dilakukan KPU [Komisi Pemilihan Umum] dalam menerjemahkan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% di daftar calon Pemilu DPR dan DPRD,” katanya di Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Menurutnya, MK telah mengembalikan esensi kebijakan keterwakilan perempuan yang tak kunjung dikoreksi KPU, bahkan setelah mendapatkan sanksi dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Sanksi yang dimaksud itu termaktub dalam Putusan DKPP No. 110-PKE- DKPP/IX/2023. KPU terbukti melanggar kode etik terkait cara penghitungan keterwakilan perempuan dalam parlemen minimal 30%, usai dikeluarkannya Putusan Mahkamah Agung Nomor 24 P/HUM/2023.
“Karena itu tidak dikoreksi, akhirnya ada banyak dapil yang tidak sesuai dari sisi jumlah keterwakilan perempuan. Misalnya, dalam daftar caleg DPR saja, terdapat 267 daftar caleg dari 17 partai yang tidak memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30%,” lanjut Titi.
Baca Juga
Dia berharap agar tak ada lagi pelemahan institusi negara atas kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan. Menurutnya, keterwakilan perempuan menjadi amanat dari Pasal 245 UU No. 7/2017 tentang Pemilu dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945.
Sebelumnya, dalam putusan PHPU Pileg No. 125-01-08-29/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024, MK memerintahkan pemungutan suara ulang di seluruh TPS Daerah Pemilihan Gorontalo 6. Majelis hakim mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) selaku pemohon terhadap hasil Pileg DPRD Provinsi Gorontalo di dapil itu.
Mahkamah memerintahkan kepada KPU untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh TPS dapil tersebut, tetapi dengan terlebih dahulu memerintahkan partai politik peserta Pemilu yang tidak memenuhi syarat minimal calon perempuan untuk memperbaiki daftar calon, sehingga memenuhi keterwakilan perempuan paling sedikit 30%.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menganggap bahwa syarat keterwakilan perempuan dalam daftar bakal calon anggota legislatif merupakan hal yang harus diperjuangkan sebagai salah satu amanah konstitusi guna mencapai kesetaraan dalam pembangunan bangsa secara menyeluruh.
MK menyoroti KPU yang mengabaikan Putusan Mahkamah Agung No. 24 P/HUM/2023 terkait pencalonan 30% perempuan pada tiap dapil PIleg DPR/DPRD. Menurut Mahkamah, KPU sebagai institusi negara mestinya memahami dan mematuhi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dengan mengubah ketentuan dalam Peraturan KPU (PKPU) No. 10/2023.
“Ke depan, untuk pemilu-pemilu berikutnya, bagi dapil yang tidak memenuhi syarat minimal 30% calon perempuan, KPU memerintahkan kepada partai politik peserta pemilu untuk memperbaiki daftar calon. Jika tetap tidak terpenuhi, KPU harus mencoret kepesertaan partai politik tersebut dalam pemilu pada dapil yang bersangkutan,” demikian pertimbangan Mahkamah.