Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid mengakui draf Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32/2002 tentang Penyiaran (RUU Penyiaran) masih belum sempurna dan multitafsir.
Meutya menyadari draf RUU Penyiaran banyak menerima kritik, terutama karena adanya aturan larangan penyiaran eksklusif produk jurnalisme investigasi. Meski demikian, dia menyatakan aturan tersebut belum final.
"RUU Penyiaran saat ini belum ada, yang beredar saat ini adalah draf yang mungkin muncul dalam beberapa versi dan masih amat dinamis. Sebagai draft, tentu penulisannya belum sempurna dan cenderung multitafsir," ujar Meutya dalam keterangan tertulis, Kamis (16/5/2024).
Di menjelaskan, draf RUU Penyiaran masih ada di Badan Legislasi (Baleg) DPR sehingga belum ada pembahasan dengan pemerintah. Oleh sebab itu, lanjutnya, masih sangat mungkin terjadi perubahan materi dalam draf RUU Penyiaran.
"Rapat internal Komisi I DPR pada tanggal 15 Mei 2024 kemarin telah menyepakati agar Panja Penyiaran Komisi I DPR mempelajari kembali masukan-masukan dari masyarakat," katanya.
Meutya mengklaim, Komisi I tidak pernah punya niatan untuk mengecilkan peran pers. Menurutnya, Komisi I bersama mitra kerjanya Dewan Pers telah berusaha menguatkan peran pers dengan lahirnya Publisher Rights.
Baca Juga
Mantan jurnalis ini pun menyatakan Komisi I akan mendukung diskusi dan diskursus untuk RUU Penyiaran sebagai bahan masukan pembahasan bersama pemerintah nantinya.
Sebagai informasi, Pasal 50B ayat (2) draf RUU Penyiaran menyatakan: Selain memuat panduan kelayakan Isi Siaran dan Konten Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS [standar isi siaran] memuat larangan mengenai ... c. penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.