Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengonfirmasi laporan bahwa baru-baru ini menahan pengiriman besar bom seberat 2.000 pon (907 kg) dan 500 pon (227 kg) yang dikhawatirkan akan digunakan Israel dalam operasi darat besar-besaran di Kota Rafah di Gaza Selatan.
Adapun ini menjadi pertama kalinya AS menahan pengiriman senjata untuk Israel, sejak pecahnya perang di Gaza, pada 7 Oktober tahun lalu.
Melansir Times of Israel, Kamis (9/5/2024), AS dengan tegas menentang serangan besar-besaran di Rafah, dan mengadakan beberapa pertemuan virtual dengan para pejabat tinggi Israel untuk mengungkapkan kekhawatiran mengenai potensi operasi Rafah, dalam beberapa bulan terakhir.
Selain itu, AS juga memberikan alternatif kepada Israel saat menargetkan Hamas di Rafah tanpa melakukan invasi skala penuh.
Seorang pejabat senior pemerintahan Biden menyatakan pembicaraan tersebut akan terus berlanjut, namun Gedung Putih menilai bahwa pembicaraan tersebut tidak cukup untuk menyampaikan kekhawatirannya.
"Ketika para pemimpin Israel tampaknya mendekati titik pengambilan keputusan pada bulan lalu mengenai operasi semacam itu, kami mulai dengan hati-hati meninjau usulan transfer senjata tertentu ke Israel yang mungkin digunakan di Rafah,” kata pejabat itu.
Baca Juga
Pejabat itu menyatakan bahwa pembicaraan tersebut mengakibatkan penghentian pengiriman bom, 1.800 bom seberat 2.000 pon dan 1.700 bom seberat 500 pon pada pekan lalu.
Gedung Putih sangat khawatir bahwa Israel akan menggunakan bom seberat 2.000 pon di Rafah yang padat penduduknya, dan wilayah Gaza lainnya, sebagai upaya Israel untuk melakukan serangan balasan.
Pejabat AS tersebut mengklarifikasi bahwa belum ada keputusan akhir yang dibuat mengenai pengiriman khusus ini.