Bisnis.com, JAKARTA – Istri Presiden Korea Selatan, Kim Keon Hee menghindar dari sorotan media usai diterpa kontroversi mengenai manipulasi harga saham dan skandal penerimaan tas mewah. Terhitung sejak 15 Desember, dirinya tidak muncul ke hadapan publik.
Para analis Korea Selatan memandang hal tersebut sebagai upaya atas keputusan politik untuk melindungi partai yang dipimpin suaminya dari komentar negatif.
“Karena ibu negara tidak menampilkan citra positif kepada publik, sikap diamnya selama ini mungkin akan membantu [partai yang dipimpin Yoon Suk Yeol] dalam pemilu,” kata Profesor Ilmu Politik di Universitas Myongji Shin Yul, dikutip dari Reuters pada Selasa (2/4/2024).
Shin Yul menambahkan, kemunculan Kim Keon Hee setelah kontroversi justru dinilai dapat memperburuk citranya di hadapan publik.
"Jika dia muncul kembali, itu bisa menjadi masalah, bukan hanya karena skandal itu sendiri, tapi juga karena citranya yang tidak baik di mata publik," tambahnya.
Sebelumnya, dugaan keterlibatan Kim Keon Hee atas upaya manipulasi harga saham telah muncul sejak 2022 saat sebelum terpilihnya Yoon Suk Yeol sebagai presiden.
Baca Juga
Tuduhan tersebut mengakibatkan parlemen pemerintahan terdorong untuk membuat putusan mengenai rancangan undang-undang untuk penyelidikan oleh jaksa khusus. Tetapi, Yoon Suk Yeol memilih untuk menolak putusan tersebut.
Hal ini diperparah ketika istrinya kembali terlibat dalam kontroversi karena menerima tas mewah sebagai hadiah dari pendeta berdarah Korea-Amerika Choi Jae-young pada Januari lalu.
Saat itu, Kim Keon Hee terekam oleh kamera tersembunyi menerima tas tangan Christian Dior seharga 3 juta won atau setara dengan US$2.260 sebagai hadiah. Tindakan ini pun dinilai sebagai penerimaan suap dan menebarkan kontroversi di dalam partai People Power Party (PPP) yang dipimpin suaminya, Yoon Suk Yeol.
Kendati demikian, Pihak Kepresidenan Korea Selatan belum memberikan komentar atas hal tersebut. Adapun, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dikabarkan tidak akan mencalonkan diri dalam pemilihan umum (pemilu) pada 10 April mendatang.
Hal ini dikarenakan Partai Kekuatan Rakyat (People Power Party) yang dipimpinnya belum berhasil merebut kembali kendali parlemen pemerintahan dan larangan berkampanye karena sudah memegang jabatan publik.
(Nona Amalia)