Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Profil Helena Lim, Crazy Rich yang Jadi Tersangka Korupsi PT Timah

Helena Lim ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung dalam perkara dugaan korupsi komoditas timah di wilayah IUP milik PT Timah Tbk (TINS).
Anshary Madya Sukma,Mutiara Nabila
Rabu, 27 Maret 2024 | 08:19
Helena Lim, tersangka ke-15 dalam perkara dugaan korupsi komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Timah Tbk (TINS) digiring menuju mobil tahanan di Kejaksaan Agung (Kejagung), Selasa (26/3/2024)./Bisnis-Anshary Madya Sukma
Helena Lim, tersangka ke-15 dalam perkara dugaan korupsi komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Timah Tbk (TINS) digiring menuju mobil tahanan di Kejaksaan Agung (Kejagung), Selasa (26/3/2024)./Bisnis-Anshary Madya Sukma

Bisnis.com, JAKARTA — Helena Lim atau HLN ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam perkara dugaan korupsi komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Timah Tbk (TINS). 

Helena, yang merupakan manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE), ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini setelah Kejagung menemukan dua alat bukti.

"Tim penyidik tindak pidana khusus dalam perkara tindak pidana tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah telah memeriksa tiga orang saksi, di mana salah satu dari tiga orang saksi tersebut yaitu saudari HLN selaku manajer PT QSE," ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung RI, Kuntadi di Kejagung, Selasa (26/3/2024) malam.

Atas penetapan tersebut, Helena bakal ditahan di Rutan Salemba Kejagung selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan.

Dengan demikian, Helena menjadi tersangka ke-15 yang ditetapkan Kejagung dalam kasus ini. Nama lain yang telah ditetapkan sebelumnya antara lain Riza Pahlevi, eks Direktur PT Timah Tbk. dan Emil Emindra selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk. periode 2017–2018.

Adapun, kasus ini bermula saat sejumlah tersangka itu melakukan pertemuan dengan eks petinggi PT Timah Tbk., Riza Pahlevi dan Emil Emindra, untuk mengakomodir pertambangan timah ilegal.

Pertemuan tersebut telah membuahkan hasil kerja sama antara PT Timah dan sejumlah perusahaan yang seolah-olah terkait dalam hak sewa-menyewa dalam proses peleburan.

Untuk memasok kebutuhan bijih timah itu disepakati penunjukkan tujuh perusahaan boneka mulai dari CV BJA, CV RTP, CV BLA, CV BSP, CV SJP, CV BPR, dan CV SMS.

Berdasarkan, kerja sama Kejagung dengan ahli lingkungan, kerugian ekologis yang disebabkan oleh pertambangan timah dalam kasus IUP PT Timah Tbk. mencapai Rp271 triliun. 

PERAN HELENA

Kejagung menduga Helena berperan membantu mengelola penyewaan proses peleburan timah ilegal melalui perusahaannya, QSE.

Kuntadi memerinci, bahwa pemberian sarana dan prasarana itu dilakukan dengan dalih penyaluran program Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan.

"[Helena] memberikan sarana dan prasarana melalui PT QSE untuk kepentingan dan keuntungan yang bersangkutan dan para peserta yang lain dengan dalih dalam rangka untuk penyaluran CSR," tambahnya.

Dia mengatakan, sekitar 2018–2019, Helena diduga kuat telah membantu mengelola hasil tindak pidana kerja sama sewa-menyewa peralatan dan proses peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Atas perbuatannya, Helena dipersangkakan dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 UU RI tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 56 KUHP. 

Kendati begitu, Helena mengeklaim bahwa dirinya tidak bersalah dalam perkara dugaan korupsi tata niaga komoditas timah tersebut.

"Aduh saya tidak tahu nih, saya tidak salah," ujarnya saat digiring ke mobil tahanan Kejagung, Selasa (26/3/2024).

Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, Helena digiring dari gedung Kejagung pada pukul 19.53 WIB usai menjalani pemeriksaan terlebih dahulu.

Pada penggeledahan yang dilakukan 6–8 Maret 2024, Kejagung telah menyita elektronik dan kumpulan dokumen terkait dari kantor, PT QSE dan PT SD, dan rumah Helena di wilayah Jakarta.

Selain barang, penyidik menyita sejumlah uang dengan total mencapai Rp33 miliar. Perinciannya Rp10 miliar dan pecahan 2 juta dolar Singapura atau jika dikonversikan mencapai Rp23 miliar.

"Penyidik berhasil melakukan penyitaan terhadap barang bukti elektronik, kumpulan dokumen terkait, serta uang tunai sebesar Rp10 miliar dan 2 juta dolar Singapura yang diduga kuat berhubungan atau merupakan hasil tindak kejahatan," ujar Kapuspenkum Kejagung RI, Ketut Sumedana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper