Bisnis.com, JAKARTA -- PDI Perjuangan alias PDIP dan PKB mengklaim telah meyiapkan naskah akademik untuk menggulirkan hak angket kecurangan Pemilu 2024. Sebaliknya Nasdem belum menunjukkan keseriusannya untuk mendorong realisasi hak angket. Pernyataan elite parpol yang dipimpin oleh Surya Paloh tersebut belakangan ini justru saling bertentangan.
Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali, misalnya, dibanding menyatakan kesiapannya untuk mengusung hak angket, justru meminta partai politik yang akan mengajukan angket mundur terlebih dahulu dari kabinet Presiden Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.
Ia juga menuding sikap partai-partai pengusung hak angket yang dinilai hanya ingin menaikan daya tawar untuk kemudian bergabung dengan pemerintahan yang baru. "Ya curiga saja, menaikkan posisi tawar, padahal ini tidak mendidik untuk demokrasi kita," ujar Ali, kemarin.
Pernyataan Ali tersebut berbanding terbalik dengan pernyataan koleganya, Taufik Basari. Taufik mengungkapkan kesiapan partainya untuk menggulirkan hak angket. Politikus yang kerap disapa Tobas itu bahkan meminta tak perlu meragukan sikap Partai Nasdem untuk mengungkap kecurangan Pemilu 2024.
Namun demikian, Tobas belum bisa memastikan kapan hak angket tersebut akan diajukan secara resmi kepada pimpinan DPR. Menurutnya, NasDem harus berkomunikasi dengan fraksi partai lain yang punya pandangan serupa seperti PDI Perjuangan (PDIP).
"Selagi kita masih mempersiapkan diri, kita juga menunggu komunikasi dengan PDIP dan persiapan-persiapan dan bahan dokumen juga dari PDIP. Setelah mereka siap dan kita sudah matangkan komunikasinya, ya sesegera mungkin bisa berlanjut," ujarnya.
Baca Juga
Setali tiga uang, PPP juga belum menunjukkan keseriusannya untuk mendukung hak angket kecurangan pemilu. PPP lebih realistis, mereka memilih untuk mengawal hasil rekapitulasi suara yang saat ini masih berlangsung di KPU.
Selain itu, Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Amir Uskara menekankan bahwa partainya masih berada di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sehingga tidak bisa gegabah ambil sikap ihwal pengguliran hak angket untuk usut dugaan kecurangan penyelenggaraan Pemilu 2024.
Amir menegaskan PPP belum punya sikap resmi terkait hak angket pemilu baik di level fraksi DRP ataupun kepartaian. Apalagi, lanjutnya, PPP punya dua kader di pemerintahan. "Ada satu Wamen [Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki] bahkan ketua umum kami [Muhamad Mardiono] juga adalah utusan presiden. Artinya kalau dengan apa yang terjadi di pemerintahan secara spesifik kita bisa tanyakan kepada teman-teman anggota kader kami di internal pemerintahan," jelas Amir.
Ketua Fraksi PPP DPR ini menyatakan pihaknya masih fokus mengawal suara partai dalam rekapitulasi suara berjenjang yang sedang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kendati demikian, jika dalam perjalanannya PPP menemukan ada persoalan besar dalam rekapitulasi suara sehingga perlu ditanyakan kepada pemerintah maka akan menjadi bahan pertimbangan bagi Partai Kabah itu untuk dukung pengguliran hak angket itu.
"Kalau misalnya ada yang sangat urgent [mendesak] untuk dibuat hak angket, PPP juga tidak tabu dengan itu," ujar Amir.
Dalam catatan Bisnis, partai yang telah secara terbuka mengungkapkan akan mengajukan hak angket kecurangan pemilu antara lain PDIP, PKB, dan PKS. Ketiga partai ini bahkan telah menyinggung langsung wacana hak angket dalam rapat paripurna pembukaan masa sidang yang berlangsung pekan lalu. Sementara itu NasDem dan PPP dianggap masih abu-abu dalam menyikapi hak angket.
PDIP Siapkan Amunisi
PDIP telah menyusun naskah akademik angket pemilu 2024. Selain hak angket, mereka juga mengumpulkan bukti untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Tak tanggung-tanggung, PDIP berencana mengajukan seorang kepala kepolisian daerah (Kapolda) untuk menjadi saksi dalam sengketa dugaan kecurangan pemilu atau hasil Pilpres 2024.
Wakil Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Henry Yosodiningrat kekalahan pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Jawa Tengah tidak terlepas dari mobilisasi kekuasaan. Padahal, menurutnya, Ganjar pernah menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah selama 10 tahun dan provinsi itu merupakan basis suara PDIP.
PDIP menduga ada pengarahan aparatur negara, seperti intimdiasi yang dilakukan pihak Polsek dan Polres terkait pemenangan kubu tertentu. Oleh sebab itu, pihaknya akan berusaha membuktikan mobilisasi kekuasaan tersebut di MK.
"Tanpa itu tidak akan ada selisih suara seperti itu. Kami punya bukti ada kepala desa yang dipaksa oleh polisi, ada juga bukti warga masyarakat mau milih ini tapi diarahkan ke paslon lain, dan akan ada Kapolda yang kami ajukan. Kita tahu semua main intimidasi, besok Kapolda dipanggil dicopot,” jelas Henry dalam rilis media TPN Ganjar-Mahfud, Senin (11/3/2024).
Tidak hanya itu, ada dugaan mobilisasi untuk buat warga Kabupaten Sragen, Jawa Tengah tidak menggunakan hak pilihnya sehingga partisipasi pemilih cuma berkisar 30%.
Meski demikian, menurut Henry, pihaknya tidak fokus pada selisih perolehan suara paslon Ganjar-Mahfud dengan paslon pemenang yang akan diumumkan KPU, melainkan berusaha buktikan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
"Kita akan yakinkan hakim dengan bukti yang kita miliki bahwa ini betul-betul kejahatan yang TSM,” ujarnya.