Bisnis.com, JAKARTA -- Politikus Golkar, Bambang Soesatyo berseloroh, ada empat kandidat yang akan maju sebagai ketua umum Golkar. Mereka adalah Airlangga Hartarto, Agus Gumiwang Kartasasmita, Bahlil Lahadalia, dan ia sendiri.
Airlangga adalah petahana Ketua Umum Golkar sekaligus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Agus Gumiwang merupakan Menteri Perindustrian, dan Bahlil Lahadalia menjabat Menteri Investasi. Ketiganya adalah orangnya Jokowi, menteri di kabinet Jokowi.
Sementara itu, Bambang Soesatyo, merupakan satu-satunya kandidat yang bukan berasal dari lingkungan pemerintahan Jokowi. Ia adalah Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat alias MPR dan sudah beberapa kali masuk dalam bursa calon pemimpin partai berlambang beringin tersebut.
"4 calon yang akan bertarung dalam musyawarah nasional (munas) tahun ini," ujar politikus yang kerap disapa Bamsoet itu.
Bamsoet juga merespons rumor bergabungnya Presiden Jokowi ke Partai Golkar. Ia kemudian mengibaratkan Golkar sebagai perusahan terbuka. Sebagai perusahaan terbuka, Golkar menerima siapapun, termasuk kemungkinan bergabungnya Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kami sebagai partai terbuka menerima siapa saja," ucapnya.
Baca Juga
Jokowi belakangan ini memang santer dikaitkan dengan dengan Golkar. Ayah Gibran Rakabuming Raka itu ramai dibicarakan akan 'mengambilalih' posisi ketua umum Golkar dari Airlangga Hartarto. Tentu bukan Jokowi langsung yang akan maju sebagai Ketua Umum, tetapi salah satu menterinya, banyak pemberitaan yang mengaitkan dengan sosok Bahlil Lahadalia.
Isu Bahlil maju dalam bursa calon ketua umum Golkar sejatinya bukan hal yang baru. Pada Juli 2023 lalu, Bahlil pernah mengundang sejumlah pimpinan media untuk mengutarakan niatnya maju sebagai ketua umum Partai Golkar. Pria yang sering mengaku sebagai bekas sopir angkot itu merasa perlu bertanggungjawab terhadap kondisi Golkar yang saat itu elektabilitas hanya tersisa 6%.
Hanya saja, waktu itu, Bahlil menegaskan bahwa proses untuk merebut kursi ketua umum harus dilalui dengan mekanisme yang berlaku di organisasi Partai Golkar. "Melalui mekanisme yang jelas sesuai dengan organisasi," tegasnya Juli 2023 lalu.
Adapun, Golkar akan menyelenggarakan Musyawarah Nasional alias Munas Partai Golkar tahun ini. Salah satu agenda Munas adalah memilih ketua umum Partai Golkar. Airlangga, kalau menurut penuturan Bamsoet, kemungkinan akan maju lagi sebagai ketua umum.
Airlangga menjabat sebagai Ketua Umum Golkar sejak tahun 2017. Waktu itu, ia menggantikan Setya Novanto alias Setnov yang terjerat kasus korupsi e-KTP. Putra dari mantan menteri era Orde Baru, Hartarto, itu kemudian terpilih sebagai Ketua Umum Golkar pada Munas Golkar untuk jabatan 2019-2024.
Namun demikian, rumor Bahlil maju sebagai ketua umum Golkar itu hilang bak ditelan bumi. Isu itu kembali muncul pasca Pemilu 2024. Hanya saja, kali ini ada embel-embel Presiden Jokowi di tengah pergulatan partai Golkar untuk mendongkel PDIP sebagai partai pemenang pemilu.
Ketentuan di internal Golkar sebenarnya mengatur cukup ketat tentang siapa saja yang boleh duduk di kursi ketua umum. Satu di antaranya pernah menjadi pengurus selama 1 tahun di tiga organisasi pendiri Partai Golkar yakni Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (Soksi), dan Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro).
Adapun Jokowi tak membenarkan maupun menyanggah rumor dirinya bergabung dengan Partai Golkar. Jokowi memilih merespons rumor dia masuk Partai Golkar dengan candaan. "Saya setiap hari masuk Istana."
Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto. Airlangga hanya menegaskan bahwa Jokowi merupakan tokoh nasional dan dimiliki semua partai. "Pak Jokowi kan tokoh nasional, milik semua partai. Seperti yang saya katakan tokoh nasional dimiliki semua partai," ujarnya di Istana belum lama ini.
Konflik Musiman
Partai Golkar ibarat perusahaan terbuka. Kondisi ini membuat Golkar menjadi partai yang lebih dinamis dibandingkan partai-partai besar lainnya. Orang bisa masuk silih berganti. Pergantian pimpinan juga terjadi lebih sering dibandingkan partai besar lainnya misalnya PDI Perjuangan (PDIP) dan Gerindra.
PDIP seperti diketahui sejak kemunculannya selalu dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri. Posisi Megawati belum tergantikan hingga saat ini. Gerindra juga sama, tidak bisa lepas dari sosok Prabowo Subianto, calon presiden yang untuk sementara unggul versi quick count atau hitung cepat.
Sedangkan Golkar sejak reformasi bergulir, mereka berhasil melepas dari bayang-bayang orde daripadanya Soeharto. Golkar berhasil bertransformasi menjadi partai modern, bahkan mampu menjadi runner up pada Pemilu 1999. Padahal waktu itu sentimen negatif terhadap Golkar cukup tinggi, karena dianggap sebagai representasi Orde Baru.
Kendati mampu bersaing dengan partai lain, tidak adanya sosok dominan dalam partai, membuat internal partai Golkar sering bergolak, terutama saat pergantian rezim kekuasaan.
Pada Pemilu 2014 lalu misalnya, Partai Golkar terbelah menjadi dua antara mendukung pencapresan Aburizal Bakrie atau Jusuf Kalla yang pada waktu itu menjadi calon wakil presiden alias Cawapres yang diusung PDI Perjuangan (PDIP). Jusuf Kalla adalah kader senior Golkar.
Puncak konflik pada waktu itu adalah keputusan Ical dan gerbongnya untuk mendukung Prabowo Subianto sebagai capres pada 2014. Singkat cerita mereka kalah. Konflik terus terjadi di antara elite partai beringin kali ini melibatkan Ical dengan Agung Laksono. Dua-duanya adalah menteri pada era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Konflik berlangsung keras pada waktu itu. Ada bentrokan di kedua kubu. Ical menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) di Bali. Sejumlah pendukung Agung Laksono datang ke Bali. Mereka sempat bersitegang dengan ormas lokal yang mengamankan Munas versi Ical. Terjadi dualisme kepemimpinan Golkar.
Konflik sedikit mereda pada tahun 2016. Saat itu musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) yang menunjuk Setya Novanto sebagai Ketua Umum Golkar. Golkar memperoleh posisi yang penting pada waktu itu. Setya Novanto menjabat sebagai Ketua DPR. Sedangkan, di eksekutif sejumlah kader Golkar salah satunya adalah Airlangga Hartarto menjabat sebagai menteri di kabinet Jokowi.
Namun kepemimpinan Setya Novanto berakhir dengan kasus pidana. Dia terbukti terlibat dalam sejumlah skandal korupsi, salah satunya proyek pengadaan e-KTP. Setya atau Setnov lengser dari kursi Golkar 1. Airlangga Hartarto kemudian menjabat sebagai Ketua Umum Golkar sejak tahun 2017 setelah persaingan ketat dengan Bambang Soesatyo.
Konflik internal juga terjadi pada 2019. Lagi-lagi pemicunya adalah arah dukungan partai pada Pilpres 2019. Golkar secara resmi mendukung Jokowi sebagai capres. Sementara sejumlah kader senior memilih bergabung dengan Prabowo Subianto. Terakhir menjelang Pemilu 2024, konflik itu kembali mengemuka, kali ini isunya adalah evaluasi pencapresan dan posisi Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto.
Airlangga sendiri tidak terlalu menggubris desakan supaya dirinya mundur. Dia hanya mengatakan bahwa pihaknya tidak akan mengadakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) tahun ini. Airlangga juga menegaskan bahwa penunjukkannya sebagai ketua umum telah sah sesuai mekanisme yang berlaku.
Airlangga Juli lalu menilai bahwa keputusan partai tak bisa dilakukan hanya berdasarkan dorongan atau desakan. Airlangga pun mengatakan bahwa pergantian Ketum dapat terealisasi pada Musyawarah Nasional (Munas) yang akan dilakukan pada tahun 2024 nanti.
“Ya itu tadi saya katakan, kan tidak ada Munaslub, tetapi nanti ada Munas 2024, silakan kalau berminat jadi ketua umum Golkar pada 2024 nanti,” imbuhnya.