Bisnis.com, JAKARTA — Amerika Serikat (AS) menggunakan hak vetonya dan menolak resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang diajukan oleh Aljazair untuk gencatan senjata di Jalur Gaza.
Veto AS tersebut memicu kecaman luas dari negara-negara di seluruh dunia. Langkah itu menjadi veto ketiga AS terhadap resolusi DK PBB untuk gencatan senjata di Gaza.
Sebanyak 13 dari 15 negara anggota DK PBB termasuk Rusia dan China, mendukung resolusi tersebut, sementara Inggris abstain, dan AS menjadi satu-satunya negara yang menentang resolusi tersebut.
Aljazair mengajukan dokumen yang menolak pemindahan paksa warga sipil Palestina dan menekankan komitmen terhadap solusi dua negara dalam konflik Israel-Hamas.
Melansir Aljazeera, utusan China untuk PBB Zhang Jun menyatakan kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap sikap AS di DK PBB tersebut.
"Veto AS mengirimkan pesan yang salah, mendorong situasi di Gaza menjadi lebih berbahaya dan tidak ada bedanya dengan memberikan lampu hijau terhadap pembantaian yang berkelanjutan," ujarnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, Duta Besar Rusia untuk PBB Vasily Nebensia juga mengatakan veto AS tersebut menandai halaman hitam dalam sejarah DK PBB.
Dia menuduh AS mencoba mengulur waktu agar Israel dapat menyelesaikan rencana pemboman di Gaza sebagai cara untuk mengusir warga Palestina.
Sementara itu, Arab Saudi menyerukan reformasi DK PBB setelah AS memveto resolusi gencatan senjata di Gaza yang diajukan Aljazair tersebut.
"Kementerian Luar Negeri menyampaikan penyesalan Kerajaan Arab Saudi atas veto rancangan resolusi yang menyerukan gencatan senjata di Jalur Gaza dan sekitarnya," kata Kementerian Arab Saudi.
Pihak Arab Saudi menyatakan bahwa saat ini terdapat kebutuhan yang lebih besar untuk mereformasi DK PBB, menjaga perdamaian dan keamanan internasional dengan kredibilitas dan tanpa standar ganda.