Bisnis.com, JAKARTA -- Pergeseran basis suara partai hingga komposisi kabinet akan mempengaruhi jalannya Pemilihan Kepala Daerah alias Pilkada 2024 nanti. Pilkada, oleh karena itu akan menjadi salah satu isu strategis dalam kontestasi politik setelah pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif alias Pileg 2024.
Adapun, Pilkada 2024 akan berlangsung di 545 daerah dengan perincian 37 gubernur, 415 bupati, dan 93 wali kota. Sebagian adalah daerah yang memiliki peran strategis secara politik. Di Pulau Jawa, misalnya, Pilkada akan berlangsung di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur
Tanpa mengesampingkan daerah lainnya, Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah pertarungan gengsi antara partai politik. DKI Jakarta, misalnya, dalam sejarah elektoral, Pilkada DKI selalu panas dan banyak diperbutkan para elite politik. Pada Pilkada 2017 lalu, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang diusung Gerindra dan PKS berhasil memenangkan kontestasi politik di ibu kota.
Setelah lepas dari Gubernur, Anies diketahui maju sebagai calon presiden berpasangan dengan Muhaimin Iskandar. Selain sebagai basis pendukung Anies, DKI Jakarta merupakan ceruk suara tiga partai besar yakni PKS, PDIP dan Gerindra. Pada Pileg provinsi 2019 lalu, PDIP menjadi penguasa dengan perolehan suara 22,29%, Gerindra 15,81%, dan PKS 15,5%.
Pada pemilu 2024 terdapat pergeseran yang signifikan, PKS berada di posisi puncak. Data KPU (48,7% suara yang masuk) pada pemilu pukul 10.00 WIB, suara PDIP drop di angka 12,06%. Status PDIP sebagai penguasa Kebon Sirih berpeluang digantikan oleh PKS yang memperoleh suara 14,49%. Sedangkan Gerindra hanya 10,63%.
Adapun Jawa Barat adalah basis suara Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera. Data real count KPU untuk Pileg DPRD Provinsi pada tanggal 20 Februari 2024, pukul 09:00 WIB dengan suara yang masuk sebanyak 49,13% menunjukkan bahwa Gerindra masih berada di puncak klasemen.
Baca Juga
Gerindra memperoleh suara sebanyak 16,67%, diikuti Golkar 14,25%, dan PKS 12,95%. Namun demikian, proses politik di Pilkada Jabar cenderung anomali bahkan mengikuti tren kekuasaan di tingkat nasional. Pada Pilkada 2018 lalu, Calon Gubernur Gerindra kalah dalam perebutan kekuasaan di lumbung suaranya dari Ridwan Kamil.
Sementara Pilkada Jawa Tengah, juga menjadi pertaruhan bagi PDIP, untuk membuktikan bahwa PDIP adalah kandang Banteng. Pasalnya, sejak reformasi lebih dari dua dasawarsa lalu, Jawa Tengah selalu dipimpin oleh Gubernur dari partai berlambang banteng tersebut. Sebut saja Mardiyanto, Bibit Waluyo, hingga sekarang Ganjar Pranowo.
Saat ini, PDIP masih cukup perkasa di Jawa Tengah. Perolehan suaranya pada Pemilu 2024 mencapai 25,77%. Namun demikian, suara PDIP tergerus jika dibandingkan Pemilu 2019 yang mampu meraup suara lebih dari 30%. Di sisi lain, PDIP juga mengalami posisi yang kurang menguntungkan saat Pilpres 2024, karena jagoannya, Ganjar Pranowo, tertinggal dalam proses penghitungan suara Pilpres 2024. Ia kemungkinan kalah melawan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Adapun Jawa Timur juga akan menjadi pertarungan yang cukup menarik pada Pilkada 2024. Petahana Khohfifah Indar Parawansa dan Emil Dardak telah secara terbuka menyatakan akan bertarung lagi dalam kontestasi Pilkada 2024. Khofifah sejauh ini akan diusung oleh Gerindra, PAN, Demokrat, dan Golkar. Kempat partai ini kebetulan merupakan partai pendukung Prabowo-Gibran.
Prabowo Gibran sendiri berpotensi menang telak di Jatim. Perolehan suara mereka bahkan mencapai 66,44% unggul jauh dua kompetitor lainnya. Anies dan Muhamin Iskandar yang didukung PKB hanya memperoleh suara 15,86% dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang diusung PDIP hanya 17,7 persen.
Padahal secara tradisional, PKB dan PDIP adalah dua partai yang memiliki basis cukup kuat di Jawa Timur. PKB biasanya mengusai daerah-daerah seperti Tapal Kuda dan Madura, sedangkan PDIP memperoleh suara terbesar di kultur Arek dan Mataraman.
Namun demikian pada Pemilu 2024, suara PDIP dan PKB mengalami penurunan. PKB masih menjadi yang dominan di Jawa Timur, karena mereka berhasil mengamankan suara di Tapal Kuda, Madura, bahkan dominan di kultur Arek yang dulu dikuasai oleh PDIP.
Sementara itu suara PDIP, tergerus oleh PKB, Gerindra dan NasDem di basis suaranya. Secara rinci perolehan tiga besar suara DPRD Jatim antara lain PKB 20,11%, Gerindra 16,22%, dan PDIP 15,65.
Komposisi Koalisi
Selain perolehan suara partai, komposisi koalisi di dalam pemerintahan akan menentukan proses Pilkada 2024. Saat ini ada tiga poros koalisi yang masih eksis. Koalisi Perubahan yang teridiri dari tiga partai parlemen yakni PKS, NasDem dan PKB. Satu partai non parlemen yakni Partai Umat. Koalisi ini mendukung Anies – Muhaimin.
Kemudian Koalisi Indonesia Maju yang mayoritas didukung oleh partai pendukung pemerintah non-PDIP. Partai-partai ini antara lain Golkar, Gerindra, PAN, Demokrat, PBB. Mereka mengusung Prabowo-Gibran yang untuk sementara memimpin perolehan suara. Koalisi yang terakhir adalah PDIP, PPP, Perindo dan Hanura yang mengusung Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
Namun demikian, seiring dengan proses politik yang berlangsung, potensi perubahan peta politik atau peta koalisi besar terjadi. Pada pekan lalu misalnya, elite Partai NasDem, Surya Paloh, bertemu dengan Jokowi di Istana. Keduanya membahas perkembangan politik mutakhir, kendati Surya Paloh merupakan anggota dari Koalisi Perubahan.
Sekretaris Tim Kerja Strategis (TKS) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Idrus Marham mengatakan akan ada pertemuan antara ketua umum (ketum) partai politik (parpol) setelah Presiden Joko Widodo bertemu dengan Ketum Partai NasDem Surya Paloh.
"Saya kira ini sudah hampir pastilah komunikasi politik ini. Mereka-mereka ketua umum ini kan teman-teman semua juga. Udah punya pengalaman," kata Idrus di kawasan Menteng, Jakarta, Senin.
Idrus menilai pertemuan yang akan dilakukan oleh ketum parpol merupakan pertemuan yang baik untuk membangun proses politik di Indonesia. "Kan sudah ada komunikasi, ada komitmen. Komitmennya sama, ayo mari kita membangun suatu proses politik. Ada di oposisi, ada di koalisi, misalkan," ujarnya.
Adapun politisi PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Sitorus meyakini formasi kabinet baru pemerintah mendatang akan menentukan arah koalisi Pilkada 2024.
Deddy merasa, masih terlalu dini bicara koalisi Pilkada 2024 saat ini. Menurutnya, hasil Pilpres 2024 belum bisa dijadikan basis untuk arah pemilih para kepada daerah yang akan digelar pada November mendatang."Masih terlalu pagi [bicarakan arah Pilkada]. Mungkin setelah pembentukan kabinet, kita baru bisa lihat arahnya ke depan," jelas Deddy kepada Bisnis, Senin (19/2/2024).
Meski demikian, anggota Komisi VI DPR RI ini juga menggarisbawahi peta politik di masing-masing daerah juga akan basis peta koalisi Pilkada 2024. "Biasanya kalau pilkada sangat terkait dengan konfigurasi politik lokal," ujarnya.