Bisnis.com, JAKARTA - Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dilakukan serentak di Indonesia pada hari ini, Rabu (14/2/2024).
Masyarakat diminta hak suaranya untuk memilih calon legislatif (caleg) dari DPR, DPD, dan DPRD RI.
Kemudian masyarakat juga akan melakukan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Adapun tiga pasangan calon (paslon) yang ikut Pilpres 2024 yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Hak suara yang dimiliki oleh setiap warga dinilai penting untuk membuat demokrasi di Indonesia berjalan dengan baik.
Untuk itu, tindakan seperti golput sebaiknya dihindari. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan fatwa haram terhadap golput.
Mengutip pemberitaan Bisnis pada Desember 2023, MUI menegaskan bahwa fatwa yang mengharamkan golongan putih (golput) atau pilihan untuk tidak memilih pada Pemilu 2024 tetap berlaku.
Baca Juga
Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah Cholil Nafis mengatakan bahwa MUI telah mengeluarkan fatwa tentang kewajiban memilih pemimpin pada 2009 lalu, sehingga pilihan golput dapat dikatakan haram.
“Itu fatwa MUI 2009 lalu tentang wajibnya memilih pemimpin. Maka, kalau tak memilih capres alias golput, berarti haram,” katanya kepada Bisnis, Jumat (15/12/2023).
Dirinya melanjutkan bahwa meskipun MUI tidak melakukan pembahasan baru tentang memilih pemimpin, fatwa itu tetap berlaku untuk Pemilu 2024 mendatang.
“Artinya, umat ini harus memilih. Kalau soal [calon] tidak ideal, tapi mereka tidak bertentangan dengan agama. Oleh karena itu dalam kondisi apa pun kita wajib nashbu al imam, memilih pemimpin itu. Makanya, [MUI] mengambil kesimpulan golput hukumnya haram,” pungkas ulama kelahiran Sampang, Jawa Timur itu.
Dalam salinan Keputusan Ijtima' Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III tentang Masa'il Asasiyah Wathaniyah atau Masalah Strategis Kebangsaan yang diterima Bisnis, terdapat lima poin mengenai penggunaan hak pilih dalam pemilu, yakni:
- Pertama, pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa.
- Kedua, memilih pemimpin (nashbu al imam) dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama.
- Ketiga, imamah dan imarah dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat.
- Keempat, memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam hukumnya adalah wajib.
- Terakhir, memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut atau sengaja tidak memilih padahal ada calon yang memenuhi syarat hukumnya adalah haram.
“Ditetapkan di Padangpanjang pada tanggal 26 Januari 2009 M/29 Muharram 1430 H,” demikian bunyi keputusan tersebut.