Bisnis.com, JAKARTA - Bawaslu menjadi salah satu lembaga di Indonesia yang turut disinggung dalam film dokumenter Dirty Vote.
Peran Badan Pengawas Pemilu ini dikritik khususnya dalam hal penanganan pelanggaran kampanye yang terjadi belakangan ini.
Bawaslu dinilai tidak tegas dalam memberikan "hukuman" kepada Capres dan Cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Menanggapi hal tersebut, Bawaslu akhirnya buka suara. Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan bahwahingga saat ini Bawaslu sudah bekerja sesuai Undang-Undang.
“Teman-teman jika mengkritisi Bawaslu silakan saja, tidak ada masalah bagi Bawaslu selama kami melakukan tugas dan fungsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” kata Ketua Bawaslu Rahmat Bagja.
Sebagai informasi, film dokumenter “Dirty Vote” pada Minggu siang dirilis oleh rumah produksi WatchDoc di platform YouTube.
Baca Juga
Film tersebut menampilkan tiga pakar hukum tata negara, yaitu Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada, Feri Amsari dari Universitas Andalas, dan Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera.
Tiga pakar itu secara bergantian dan bersama-sama menjelaskan rentetan peristiwa yang diyakini bagian dari kecurangan pemilu. Dalam beberapa bagian, beberapa pakar juga mengkritik Bawaslu yang dinilai tidak tegas dalam menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran pemilu.
Alhasil menurut mereka, tidak ada efek jera sehingga pelanggaran pemilu cenderung terjadi berulang.
Sutradara “Dirty Vote” Dandhy Dwi Laksono menyebut filmnya itu sebagai bentuk edukasi untuk masyarakat terutama beberapa hari sebelum mereka menggunakan hak pilihnya saat pemungutan suara pada 14 Februari 2024.
“Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres, tetapi hari ini saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara,” kata Dandhy.