Bisnis.com, JAKARTA – Media asal Inggris, The Economist, merilis survei elektabilitas calon presiden (capres). Survei tersebut diperbaharui pada hari ini, Jumat (26/1/2024).
Dalam artikel berjudul Who Will be The Next President of Indonesia itu, The Economist menunjukkan bahwa capres nomor urut 2 Prabowo Subianto mencatatkan median elektabilitas sebesar 47%, unggul jauh dari capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan capres nomor urut 1 Anies Baswedan yang masing-masing meraih 24%.
Adapun rilis terbaru ini merupakan koreksi dari publikasi The Economist pada Rabu (24/1/2024) lalu yang menyebut elektabilitas Prabowo mencapai 50%.
“Hasil ini telah diperbarui untuk mengecualikan jajak pendapat yang kami anggap tidak dapat diandalkan,” demikian keterangan catatan redaksi The Economist, dikutip Jumat (26/1/2024).
Pada laporan sebelumnya, elektabilitas Prabowo disebut menyentuh 50%, diikuti Ganjar di peringkat dua dengan perolehan 23%, sementara Anies meraih angka 21%. Angka-angka tersebut diperoleh pada 16 Januari 2024.
The Economist menyebut bahwa mereka memantau perkembangan survei capres RI sejak Januari 2023 hingga pertengahan Januari 2024. Pada survei sebelumnya yaitu 11 Januari 2024, Prabowo meraih 46%, Anies 25%, sementara Ganjar meraup 23%.
Baca Juga
Kendati demikian, hasil survei ini mendapatkan beragam sorotan karena tidak terdapat penjelasan terkait lembaga survei yang dirujuk, hingga mekanisme dan metode sigi yang dilakukan.
Adapun, The Economist memaparkan rekam jejak singkat ketiga capres yang berlaga dalam Pilpres 2024 ini. Prabowo, misalnya, disebut tidak hanya menganut paham Jokowinomics atau pembangunan berbasis infrastruktur, tetapi juga menggandeng Gibran Rakabuming Raka selaku putra Jokowi sebagai cawapres, terlepas dari segala kontroversinya.
Sementara itu, Anies disorot sebagai figur akademisi dan teknokrat yang juga tak terlepas dari kontroversi politik identitas pada palagan Pilgub DKI Jakarta 2017 silam.
Selain itu, The Economist menyebut Ganjar sebagai calon yang memiliki pendekatan sebagai tokoh rakyat, berasal dari “dinasti yang tidak berkuasa” sehingga bergantung pada dukungan PDI Perjuangan (PDIP) dan ketuanya, Megawati Sukarnoputri.