Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hasil Survei Terbaru: Mayoritas Warga NU Pilih PDIP dan Gerindra, PKB Nomor 3

Mayoritas warga NU lebih memilih PDIP dan Partai Gerinda dibandingkan memilih PKB.
Suasana kemeriahan acara NU - Istimewa
Suasana kemeriahan acara NU - Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA --  Suara warga nahdliyin atau Nahdlatul Ulama (NU) sering diperebutkan ketika pemilihan umum atau pemilu tiba. NU seperti memiliki magnet politik. Hal itu tentu karena statusnya sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia.

Sejarah NU tidak bisa lepas dari politik. NU pernah berjaya pada Pemilu 1955. Partai NU, satu-satunya kendaraan warga Nahdliyin, tampil di peringkat ketiga peraih suara terbanyak hanya dalam waktu 3 tahun setelah memutuskan hengkang dari Masyumi.

Pada Pemilu 1971, NU bahkan mampu meraup 18,68 persen suara atau unggul jauh dari anak kandung Masyumi yakni Parmusi yang hanya memperoleh 5,36 suara. 

Namun demikian, pada masa Orde Baru, langkah politik NU dibonsai oleh penguasa militer waktu itu. Orde Baru membingkai jalan politik kelompok islam dengan memaksa mereka bergabung dalam satu wadah. Partai Persatuan Pembangunan atau PPP kemudian lahir pada tanggal 5 Januari 1973. PPP menjadi satu-satunya wadah aspirasi politik umat Islam. 

Namun di sisi lain, kelahiran PPP menjadi titik nadir dalam sejarah politik umat Islam, terutama Nahdlatul Ulama (NU), yang sejak pembentukan PPP mulai dipinggirkan oleh pemerintah rezim daripadanya Soeharto. NU adalah kelompok politik paling besar di dalam PPP. 

Kendati dominan, politikus NU jarang atau bahkan tidak pernah menduduki jabatan sebagai orang nomor satu PPP. Jabatan Ketua Umum PPP didominasi oleh tokoh politik eks Parmusi seperti Mohammad Syafaat Mintaredja, Djaelani Naro hingga Ismail Hasan Metareum.

Padahal berkat NU, pada masa Orde Baru, PPP mampu memperoleh suara hingga 29 persen pada Pemilu 1977. Suatu capaian, yang menurut Indonesianis MC Ricklefs, tak akan pernah tercapai pada pemilu-pemilu setelahnya.

Tongkat estafet kepemimpinan PPP ke tangan politikus NU baru terjadi ketika Hamzah Haz menjadi ketua umum pada tahun 1998. Hamzah Haz bahkan kelak menjabat sebagai Wakil Presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri. 

Kepemimpinan Hamzah Haz menjadi tonggak baru bagi hubungan PPP dan NU. Meskipun setelah reformasi, suara PPP turun drastis karena kalah bersaing dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). 

Salah satu pendiri PKB adalah tokoh NU, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.  Kemunculan PKB memicu romantisme politik bagi kaum Nahdliyin. Mereka menjadikan PKB sebagai kendaraan untuk menyampaikan aspirasi politik setelah puluhan tahun direpresi Orde Baru.

Orde Baru memang telah menjauhkan NU dari aktivitas politiknya dan membingkai mereka dalam kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan. Pada sisi tertentu, Orde Baru juga memaksa kelompok-kelompok islam ini untuk menerima azas tunggal pancasila. Isu sensitif yang sempat membuat internal NU gerah. 

Puncak persinggungan antara PPP, NU dan Orde Baru berakhir pada tahun 1983. Bertempat di Situbondo, suatu daerah basis kaum Nahdliyin di kawasan Tapal Kuda Jawa Timur, para ulama NU melahirkan dua keputusan penting. Pertama, NU menarik diri dari PPP dan memutus total hubungan dengan partai politik. Kedua, menerima Pancasila sebagai azas tunggal.

NU Pasca Reformasi

Pasca reformasi, NU tidak selalu identik dengan PKB. Perpecahan PKB antara pendukung Muhaimin Iskandar dan Gus Dur telah memaksa suara warga NU terpecah ke segala arah. Termasuk ke partai-partai berhaluan nasionalis maupun sekuler. Lalu bagaimana kondisi di Pemilu 2024?

Hasil survei Indikator Politik yang dipublikasikan 20 Januari lalu, semakin memperkuat asumsi bahwa warga NU tidak seluruhnya memilih PKB. Mayoritas warga NU lebih condong ke PDIP dengan angka 19,8 persen, Gerindra 18,3 persen dan PKB hanya 12,7 persen. Warga NU lainnya memilih Golkar sebanyak 11,7 persen, Demokrat 7,2 persen dan PKS 6,5 persen.

Tren serupa juga tampak dari publikasi Lembaga Survei Indonesia yang melakukan survei secara spesifik di basis kaum Nahdliyin, Jawa Timur. Pada Pemilu 2019 lalu, PKB adalah pemenang di Jawa Timur. 

Namun dalam survei versi LSI 5 Januari lalu, PDIP berhasil melampaui PKB di Jawa Timur. Elektabilitas PDIP mencapai 23,3 persen. Sedangkan PKB berada di peringkat dua dengan angka 20,7 persen. Gerindra 16,6 persen dan Golkar 7,5 persen. Demokrat, salah satu partai yang juga memiliki basis suara di Jawa Timur elektabilitasnya hanya 4,9 persen.

Adapun, jika diurai berdasarkan basis suaranya. PDIP cenderung unggul dari semua partai di wilayah Mataraman dan Arek. Mataraman mencakup wilayah Blitar, Kota Blitar, Bojonegoro, Kediri, Kota Kediri, Madiun, Kota Madiun, Lamongan, Magetan, Ponorogo, Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Nganjuk, Ngawi, Tuban.

Elektabilitas PDIP di wilayah Mataraman mencapai 27,3 persen unggul dari PKB yang hanya 16,9 persen, Gerindra 14,2 persen, dan Golkar 11,4 persen. Demokrat yang memiliki basis suara di Mataraman, terutama di Kabupaten Pacitan dan Magetan, elektabilitasnya hanya 8,7 persen.

Sedangkan di wilayah Arek, yang terdiri dari Gresik, Jombang, Kota Batu, Kota Malang, Kota Mojokerto, Kota Surabaya, Kota Pasuruan, Sidoarjo, Malang, dan Mojokerto, elektabilitas PDIP mencapai 25,5 persen, PKB 18,9 persen, Gerindra 17,6 persen, dan Golkar 6,1 persen.

Sementara itu, elektabiltas PKB unggul di basis suara Madura dan Tapal Kuda yang memiliki akar masyarakat nahdliyin atau NU. Madura terdiri dari empat kabupaten yakni Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. 

Di Madura elektabiltas PKB mencapai 33,9 persen. Unggul jauh di atas Gerindra dan PDIP yang masing-masing hanya 13,4 persen dan 9,2 persen. NasDem memperoleh elektabilitas 5,5 persen.

Sementara di Tapal Kuda, yang secara kultural didominasi budaya Madura dan sebagian campuran Jawa Madura atau biasa disebut Pendalungan, PKB tetap unggul di angka 23,9 persen diikuti Gerindra 20,8 persen dan PDIP 19,6 persen.

Wilayah Tapal Kuda, yang secara tradisional adalah bekas wilayah Blambangan pada masa klasik dulu, terdiri dari Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso, Jember, Kota Probolinggo, Lumajang, Probolinggo dan Situbondo.

Elektabilitas Capres 

Sementara itu, khusus capres, hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan elektabilitas Prabowo-Gibran di Jawa Timur menjadi yang tertinggi dengan 46,7%.

Di bawahnya, menyusul Ganjar-Mahfud dengan 26,6 persen dan terakhir Anies-Muhaimin dengan 16,2%. Sementara itu, 10,4% responden memilih tidak menjawab/tidak tahu.

Adapun, pada survei tersebut, LSI membatasi surveinya hanya di Jawa Timur. Jawa Timur adalah provinsi dengan populasi pemilih terbesar kedua setelah Jawa Barat. Jumlah pemilih di wilayah ini mencapai lebih dari 31,4 juta. Jawa Timur adalah salah satu dari tiga wilayah kunci dalam kompetisi pemilu, baik untuk pemilihan presiden maupun pemilihan legislatif.

Sementara itu, versi Indikator Politik, paslon Prabowo – Gibran berpeluang menang. Elektabilitas Prabowo-Gibran di Jatim mencapai 47,1 persen. Angka ini jauh di atas Ganjar-Mahfud yang hanya 29,5 persen dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang hanya 16 persen. Survei dilakukan pada 23 sampai 24 Desember 2023.

Adapun versi Centre for Strategic International Studies atau CSIS dan Litbang Kompas juga menunjukkan kecenderungan yang sama. Meski tidak memaparkan detail tentang partai politik, namun jika melihat hasil sigi kedua lembaga survei, peluang Prabowo-Gibran di Jawa Timur cukup tinggi.

Data CSIS periode survei 13-18 Desember 2023 bahkan mencatat elektabilitas Prabowo-Gibran di Jatim mencapai 52 persen. Sisanya diperebutkan Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin yang masing-masing di angka 22 persen dan 15 persen.

Sedangkan data Litbang Kompas yang elektabilitas Prabowo-Gibran di Jatim mencapai 40,9 persen, Ganjar-Mahfud 18,6 persen, dan Anies-Muhaimin 10 persen.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper