Bisnis.com, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait dengan calon anggota legislatif (caleg) 2024, yang sudah masuk dalam Daftar Calon Tetap (DCT).
Pada konferensi pers Refleksi Akhir 2023 dan Proyeksi Kerja serta Langkah-langkah Strategis PPATK 2024, Rabu (10/1/2024), Kepala PPATK Ivan Yustiavandana memaparkan 100 caleg 2024 dengan nilai transaksi mencurigakan terbesar selama periode 2022-2023.
"Laporan transaksi keuangan mencurigakan sendiri terhadap 100 DCT, ini kita ambil 100 terbesar ya itu nilainya Rp51.475.886.106.483," papar Ivan di Kantor PPATK, Jakarta, Rabu (10/1/2024).
Pada periode yang sama, Ivan turut menjelaskan adanya 100 caleg yang akan berkontestasi pada 14 Februari 2024 mendatang dengan transaksi penyetoran dana senilai Rp500 juta ke atas. Total nilai yang disetorkan oleh 100 caleg itu mencapai Rp21,76 triliun.
Kemudian, 100 caleg pada periode yang sama juga melakukan penarikan dalam jumlah 500 juta ke atas dengan total nilai transaksi Rp34,01 triliun.
Ivan menjelaskan bahwa laporan transaksi keuangan mencurigakan yang dijelaskan olehnya itu memiliki indikasi tindak pidana tertentu. Baik itu korupsi, kejahatan lingkungan hingga narkotika.
Baca Juga
"Misalnya orang yang sudah terindikasi korupsi melakukan transaksi, orang yang diketahui profilnya berbeda, biasanya dia transaksi cuma kecil ratusan ribu tiba-tiba ratusan juta, atau sebaliknya ratusan juta menjadi miliaran, itu dilaporkan kepada PPATK," jelasnya.
Dugaan Korupsi dan Narkotika
Adapun selama periode lebih panjang yakni 2022-2024 (per 10 Januari), PPATK telah menyerahkan laporan mengenai transaksi mencurigakan para caleg kepada sejumlah lembaga atau penegak hukum guna ditindaklanjuti.
Berdasarkan nilai transaksinya, dana diduga hasil korupsi merupakan yang terbesar di antara sederet kasus transaksi janggal temuan PPATK itu. Nilainya mencapai Rp3,51 triliun.
Sementara itu, berdasarkan jumlah calegnya, kasus narkotika masih mendominasi dengan jumlah caleg mencapai hingga 14 caleg. Jumlah itu mengalahkan jumlah caleg dengan transaksi janggal terindikasi hasil korupsi, yaitu 13 caleg.
Secara terperinci, PPATK memaparkan terdapat 13 caleg dengan nilai transaksi janggal Rp3,51 triliun diduga hasil korupsi.
Kemudian, empat caleg dengan nilai transaksi Rp3,19 triliun diduga hasil perjudian; satu caleg sebesar Rp1,2 triliun terkait dengan pertambangan ilegal; dan dua caleg sebesar Rp238,5 miliar terindikasi kasus penggelapan.
Kemudian, 14 caleg dengan nilai transaksi Rp136,2 miliar terindikasi hasil narkotika serta 12 caleg terindikasi kasus di bidang Pemilu dengan nilai transaksi Rp21,9 miliar.
Pada periode yang sama, PPATK telah menyerahkan lima kasus transaksi janggal ke Polri dengan nilai Rp4,4 triliun; sembilan kasus ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) senilai Rp3,63 triliun; dan satu kasus ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan nilai RP264,2 miliar.
Selanjutnya, empat kasus ke Kejaksaan senilai Rp122,6 miliar; enam kasus ke Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan nilai Rp119,1 miliar; serta 11 kasus ke Bawaslu senilai Rp21,9 miliar.
Dana dari Luar Negeri
Di sisi lain, PPATK juga mengungkap adanya 100 caleg 2024 yang menerima uang dari luar negeri senilai Rp7,74 triliun; 100 caleg mengirim ke luar negeri senilai Rp5,83 triliun; serta 100 caleg yang melakukan transaksi pembelian barang dengan total nilai Rp592,5 miliar diduga untuk keperluan kampanye.
Kemudian, pada periode yang sama, terdapat peningkatan transaksi penerimaan dana dari luar negeri oleh bendahara umum dari 21 parpol. Namun, Ivan tidak memerinci lebih lanjut mengenai identitas parpol itu.
Terdapat 8.270 transaksi penerimaan dari luar negeri oleh bendahara parpol dengan nilai Rp83 miliar. Jumlah dan nilai transaksi itu meningkat pada 2023 yakni 9.164 transaksi senilai Rp195,87 miliar.