Ganjar: Politik Luar Negeri Tak Boleh Condong ke Satu Negara

Ganjar Pranowo dan Mahfud MD menegaskan pentingnya meredefinisi kebijakan politik luar negeri Indonesia yang selama ini bebas dan aktif.
Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo menyampaikan visi dan misi saat Debat Pertama Capres 2024 di Jakarta, Selasa (12/12/2023). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo menyampaikan visi dan misi saat Debat Pertama Capres 2024 di Jakarta, Selasa (12/12/2023). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA – Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD menegaskan pentingnya meredefinisi kebijakan politik luar negeri Indonesia yang selama ini bebas dan aktif. Menurut Ganjar saatnya bagi Indonesia untuk membuat langkah strategis yang lebih cermat dan berkeadilan dalam menghadapi tantangan di tengah dinamika dan tatanan dunia yang terus berubah.

"Mendefinisikan ulang bebas aktif ini harus sesuai dengan perkembangan zaman dan kepentingan nasional. Jadi kalau melihat bebasnya, bebasnya ini bukan yang free, tapi kita bebas untuk membuat kebijakan yang jauh lebih strategis," kata Ganjar.  

Pada November lalu, saat menghadiri acara “Pidato Calon Presiden Republik Indonesia: Arah dan Stategis Politik Luar Negeri” yang diselenggarakan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Ganjar mendapat pertanyaan soal anggapan Indonesia lebih condong berpihak ke China daripada Amerika Serikat dalam hal kerjasama, termasuk investasi dan utang. 

Menurut Ganjar, jika ia terpilih kelak, Indonesia tidak akan condong pada suatu negara. Dengan gamblang dia mengatakan, kalau jadi presiden tidak akan bekerja sama dengan China saja.  “Jadi kebebasan itu harus kebebasan strategis untuk bisa menentukan dengan siapa kita bekerja sama, kita tidak boleh bergantung pada satu negara,” jelas Ganjar.

Kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dalam 10 tahun terakhir semakin berkembang. Hal itu dipicu oleh program belt and road initiative (BRI) atau Inisiatif Sabuk dan Jalan, yang diinisiasi Presiden RRT Xi Jinping pada September 2013 di Universitas Nazarbayev, Kazakhstan.

Menteri BUMN Erick Thohir ketika menjadi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Ad Interim menyebut nilai perdagangan dan investasi dengan Tiongkok meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

"Neraca perdagangan defisit menjadi neraca perdagangan surplus selama 43 bulan terakhir, bahkan mencapai US$3 miliar pada bulan lalu," ujar Erick dalam Forum Kemitraan Bisnis Indonesia dan Tiongkok ke-4 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa 5 Desember 2023. 

Forum Bisnis Indonesia-Tiongkok juga telah menghasilkan sebanyak 31 kesepakatan kerja sama bisnis sedikitnya mencapai Rp200 triliun lebih. Itu pun, bahkan masih ada potensi kerja sama hingga Rp455 triliun dengan Tiongkok. Kesepakatan tersebut mencakup berbagai bidang, antara lain infrastruktur, energi, manufaktur, serta pariwisata.

Jika ditilik dari tahun 2013, pertumbuhan investasi dari Tiongkok ke Indonesia telah melesat dari US$280 juta menjadi US$8,6 miliar, saat ini.

Ganjar mengatakan investasi yang dilakukan Tiongkok sudah sangat baik. Namun sesuai dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif, Indonesia juga perlu melihat dari sisi keadilan dan kesetaraan mitra kerjasama dengan negara-negara lain. 

“Kita punya sahabat negara yang cukup banyak, saya kira keadilan yang bisa kita berikan adalah pada kepentingan mana kita bisa bekerja sama dengan masing-masing negara itu,” kata Ganjar. 

Menurut Ganjar investasi asing sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan ekonomi, pemerataan ekonomi serta keluar dari jebakan negara dunia berpenghasilan menengah (middle income trap) karena dengan masuknya modal dari luar lapangan pekerjaan semakin terbuka, mendorong peningkatan sumber daya manusia, menciptakan pasar kompetitif dan meningkatkan ekspor. 

Ganjar yakin dengan meredefinisi politik luar negeri bebas aktif, tidak condong kepada satu negara besar, Indonesia akan lebih baik, sebab Indonesia memiliki posisi yang strategis di tengah-tengah Asia Pasifik. “Kami akan memanfaatkan posisi ini untuk menarik investasi asing sesuai kepentingan nasional, sehingga Indonesia dapat menjadi pusat industri di Kawasan.” 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Media Digital
Editor : Media Digital
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

# Hot Topic

Rekomendasi Kami

Foto

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper